Sabtu, 14 Maret 2015

SECRET ADMIRER



Di antara kalian, ada yang pernah punya secret admirer, nggak, sih?
Tadinya aku pikir yang namanya secret admirer itu hanya ada di film-film dan sinetron-sinetron. Dia yang menyukaimu tanpa berani mengungkapkannya. Dia yang suka meletakkan coklat di bangkumu saat di sekolah. Dia yang meletakkan surat cinta di laci mejamu tanpa mencantumkan nama. Dia yang meletakkan bunga di lokermu. Dia yang suka meneleponmu tapi nggak berkata apa-apa, hanya demi  bisa mendengar suaramu. Dia yang mengirimimu pesan singkat yang manis tanpa mencantumkan nama. Dia yang suka stalking akun sosmedmu, atau parahnya mengikuti kemana pun kamu pergi tanpa sepengetahuanmu [jatuhnya jadi ngeri, ya?] meninggalkan komentar pujian di sosmedmu dengan akun anonim. Seperti itulah yang disebut secret admirer.
Kalau menurutku, sih, secret admirer itu adalah orang paling nggak percaya diri sedunia, orang yang paling pengecut sejagad raya dan orang paling norak sealam semesta. Gimana enggak, coba. Dia mengirimimu barang tanpa memberi nama. Intinya, dia menyukaimu tapi menyembunyikan identitas dirinya darimu.
Aku pernah mengalami ini saat baru pindah ke kosanku yang sekarang ini [2012 lalu]. Saat itu ada dua orang cowok yang juga pindah ke kosan itu bersamaan denganku. Panggil saja dia Nico dan Adi [bukan nama asli, takutnya mereka baca dan nggak terima aku nyebut merk], mereka bersahabat dan tinggal di satu kamar. Suatu malam sepulang dari kerja, aku menemukan post-it di bawah pintuku. Di sana ada tulisan ‘Hai, namaku Adi. Penghuni kamar depan. Ini nomer HP-ku, ya…’. Saat baca itu antara ingin tertawa dan malu. Ternyata ada juga orang norak cemen yang suka sama aku. Kalau niatnya kirim surat kaleng, harusnya nggak usah dikasih nama, dong. Kalau nyebut nama, mending langsung ngajak kenalan langsung saja, kali.
Aku nggak menggubris surat itu. Kemudian beberapa bulan kemudian aku menemukan post-it lagi saat pulang kerja, isinya ‘Kamu kok cuek banget. Kamu keganggu ya, kalau aku sama temenku berisik pas malem? Aku minta maaf, ya.’ Untuk kedua kalinya aku pengen tertawa. Yang ada dipikiranku saat itu adalah, ini orang norak noraknya nggak ketulugan. Berasal dari zaman batu, kali, ya?
Aku kembali mengabaikan surat itu. Lalu beberapa waktu kemudian saat aku sakit flu-batuk, pagi hari saat baru buka pintu aku menemukan sebungkus obat untuk flu dan batuk. Aku tahu maksudnya dia baik mau kasih obat, cuma, kalau kalian jadi aku pasti akan berpikiran sama. ‘Yakin ini obat baik-baik saja?’, ‘Yakin ini obat nggak dikasih racun?’, ‘Yakin ini obat nggak dikasih jampi-jampi?’. Oh, oke. Yang terakhir kayaknya ngaco banget.
Akhirnya aku nggak berani minum obat itu. Yang ada malah teman kantorku yang minum karena dia juga lagi flu-batuk. Sebenarnya hampir semua orang yang selantai denganku di kantor lagi flu-batuk semua, sih. Tau sendirilah, ruangan ber AC. Virusnya disitu-situ aja. Kata temenku, ‘Nanti kalau aku kenapa-napa habis minum ini obat, berarti obatnya nggak beres’. Tapi ternyata temenku baik-baik saja sampek sekarang.
Kemudian beberapa bulan kemudian aku sakit lagi. Ada obat lagi yang ditaruh di atas sepatuku yang kuletakkan di depan kamar. Aku nggak minum obatnya lagi. Langsung aku buang saat itu juga. Kemudian beberapa waktu kemudian aku menemukan sebuah cermin mungil warna soft pink, yang berbentuk persegi di depan pintu. Sampai sekarang itu cermin masih aku pakai [kalau dihitung-hitung berarti usia itu cermin sudah tiga tahun]. Lalu ada surat lagi yang mengatakan, ‘Maaf ya kalau selama ini aku ganggu kamu’. Temenku menyarankan ide konyol. Dia bilang, tempal lagi saja itu surat di pintu kamarnya dia [iya, dia yang kucurigai adalah si Nico dan Adi]. Dengan bodohnya aku mengikuti saran temenku itu. Besoknya, itu anak dua seperti menganggapku tak kasat mata. Nggak mau menatap saat berpapasan, nggak mau nyapa, parahnya pernah dia langsung berbalik arah saat melihat aku muncul dari tangga.
Kejadian saling nggak menyapa itu terjadi cukup lama. Berbulan-bulan. Kemudian mereka memilih pindah kamar yang ada di lantai satu. Sedangkan aku tetap di lantai dua. Nah, bekas kamarnya mereka yang letaknya strategis banget untuk mendapat angin [karena Surabaya itu panasnya luar baisa membunuh], akhirnya aku pindah ke sana. Setelah sehari pindah di kamar itu, sepulang kerja aku menemukan patung Merlion yang terbuat dari sabun [dari baunya aku tahu itu sabun apa—info yang agak nggak penting sebenarnya… :)) ]. Aku, sih, curiganya dari Adi atau Nico. Karena ada yang menguatkan kecurigaanku, yaitu info yang kudapat dari seorang teman kosku yang lain. Namanya Mas Pio. Katanya, si Adi dan Nico itu pernah nanya-nanya ke dia soal aku dan minta nomor HP-ku ke Mas Pio. Kurang cemen apa tuh cowok dua. Padahal, kan, bisa ajak kenalan aku langsung. Bisa tunjukin perhatian mereka secara langsung. Payah banget jadi cowok! Eh, ini kok malah maki mereka, sih.
Oke, kembali ke pokok pembicaraan. Patung Merlion dari sabun itu adalah barang terakhir yang dikirim oleh secret admirer itu. Patung Merlion itu sampai sekarang masih ada dan aku letakkan di atas saklar lampu tangga kosan. Tapi bau wanginya sudah hilang. Setelahnya, nggak ada lagi kiriman barang, surat, atau pun obat saat aku sakit. Karena ternyata si Nico dan Adi sudah punya cewek. Ceweknya Adi cantik banget. Sedangkan Nico, yaaa lumayanlah. Yang bikin geli adalah, keduanya membawa pacar masing-masing ke kosan. Parahnya pacar Nico malah kos disitu juga sebelum akhirnya diusir sama Ibu kos, karena teman sekamarnya ‘melakukan sesuatu yang nggak boleh’ sama penghuni kos lain.
Hikmahnya, aku dan Adi sekarang berteman. Dan kami baik-baik saja. Sedangkan Nico pindah ke Jakarta. Sampai detik terakhir dia tinggal di kosanku, sikapnya tetap saja nggak bersahabat walau sebenarnya aku sudah berusaha mencairkan hubungan kaku di antara kami. Bukankah berteman itu sangat menyenangkan, sebenarnya.

Nah, itu tadi ceritaku tentang secret admirer. Bagaimana denganmu?


Regards,
^_^
Anis

4 komentar:

  1. Gue udah bosen jadi secret admirer :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lah... Kirain kamunya yang punya secret admirer. Kenapa nggak tunjukin identitas aja.

      Hapus
  2. hihihihi...aneh2 ya yg dilakuin pengagum rahasia ini :D... dipikir2, kyknya ga prnh ngalamin gini deh mba ..rata2 co yg naksir, pada berani ungkapin semua hahaha :D..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak tau deh, Mbak. Agak-agak nggak ngerti juga, sih. Padahal jalan dari kamar dia ke kamar saya cuma beberapa langkah lho. Nggak ada lima langkah deh kayaknya. Bukan laki kali... Hweheew

      Hapus