Sabtu, 14 Maret 2015

Berhenti Mengeluh, dan Lanjutkan Hidup




Sebagai manusia, kita akan lebih banyak mengeluh daripada bersyukur. Dulu, aku pikir hidupku sudah sangat bahagia. Memiliki keluarga yang lengkap, walaupun segala kebutuhan nggak serba lebih tapi bisa disebut cukup dan nggak kekurangan-lah. Kemudian, terjadilah tragedi Mei 1998. Usiaku masih tujuh tahun, sih, tapi aku ingat betul bagaimana jatuhnya usaha milik orangtuaku yang mengakibatkan hidup dari yang serba kecukupan menjadi serba kekurangan.

Sejak saat itu, keadaan ekonomi keluargaku nggak pernah membaik sampai sekarang. Kami lebih mirip lima orang yang hidup di satu rumah, tapi membiayai hidup masing-masing. Kami semua bekerja. Kami semua membiayai hidup masing-masing dari kami. Orantuaku, mereka menghidupi diri mereka berdua. Kami, tiga anak orangtuaku, memang tetap membantu kebutuhan finansial orangtua, tapi nggak seberapa. Itu pun kalau ada lebih setelah kebutuhan kami terpenuhi.

Kemudian, beberapa tahun yang lalu, aku didiagnosis sakit yang lumayan menakutkan untuk kaum wanita. Memang nggak parah, sih. Tapi, kalau dibiarkan saja sakit itu bisa mengancam nyawaku. Aku syok. Aku takut. Aku nggak ikhlas. Aku menyalahkan semua orang. Aku menyalahkan diriku sendiri. Aku menyalahkan keadaan. Kenapa harus aku yang menderita sakit itu? Kenapa nggak mereka para orang kaya saja? Kenapa nggak mereka yang selalu berbuat jahat saja? Banyak sekali pertanyaan kenapa dikepalaku. Kemudian aku menjalani beberapa pengobatan. Mulai dari pengobatan medis sampai pengobatan alternatif juga kujalani. Semoga sakit itu benar-benar smebuh dan nggak akan muncul lagi.

Kemudian, saat ini. Aku hidup sendiri di Surabaya. Membiayai hidupku sendiri. Menjaga diri sendiri. Terkadang aku suka mengeluh saat pulang kerja, capek, tapi masih harus membereskan kamar yang kutinggalkan dengan berantakan tadi paginya. Menyiapkan makan untuk diri sendiri. Apalagi kalau sakit, sudah nggak ada yang merawat, nggak ada yang ngantar ke dokter, nggak ada yang kasih makan. Rasanya nelangsa banget.

Awalnya, aku selalu mengeluh atas tiga hal di atas, nggak bisa menerima bahkan seringkali banyak muncul pertanyaan ‘kenapa harus aku?’ dalam kepalaku. Tapi, seiring berjalannya waktu. Seiring bertambahnya usia, aku jadi banyak berpikir. Bahwa segala sesuatu yang aku alami sekarang─baik atau pun buruk─itu adalah hasil dari perbuatanku di masa lalu. Kemudian aku introspeksi diri. Kejatuhan usaha keluargaku, itu karena situasi dan kondisi waktu itu. Sakitku, itu karena kebiasaanku yang sangat menggemari berbagai macam olahan mi dan pasta, bakso, camilan-camilan bego yang mengandung banyak bahan kimia, rasa jengkel dan sebalku pada Ayahku. Semua itulah yang mengakibatkan sakitku. Lalu tentang aku yang hidup mandiri di Surabaya, dari awal ini adalah pilihanku sendiri. Nggak ada yang memaksa. Jadi, seperti apa yang terjadi setelah aku di Surabaya, aku sendiri juga yang harus mengatasinya.

Nggak seharusnya aku menyalahkan orang lain, nggak seharusnya aku menyalahkan keadaan, nggak seharusnya aku menyalahkan diriku sendiri juga. Kuncinya hanya menerima, ikhlas, dan jalani. Serta tetap berusaha agar keluar dari segala masalah-masalah yang ada. Bukankah Tuhan nggak akan ngasih cobaan diluar batas kemampuan hamba-Nya?

Iya. Kita diberi akal pikiran dan segala kesempurnaan yang kita miliki sebagai manusia itu adalah untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya. Bukan malah untuk berbuat kesalahan.
Jadi, mari kita sama-sama merenung, introspeksi diri, kemudian berubah untuk menjadi lebih baik. Karena hidup masih panjang. Karena nggak mungkin selamanya kita hanya berdiri dititik yang sama. It’s time to move on! [move on dari kehidupan masa lalu yang buruk maksudnya]



Regards,
^_^
Anis


4 komentar:

  1. dalem banget nih :)... Bener mba... aku slalu mikir, apa yg kita alami skr, sbnrnya akibat dr apa yg kita lakuin di masa lalu... makanya kunci utk bisa ikhlas ketika dapat cobaan, ya instrospeksi, kita ngelakuin apa di masa lalu..

    cth nya nih, wkt aku kecopetan uang yg lumayan gede, krn smuanya masuk dlm 1 amplop, awalnya nangis udh pasti... ga bkl ketemulah..apalagi itu utk nambah2 renovasi rumah... tp kmudian dipikir lagi, apa sih yg udh aku lakuin...ternyata diinget2, aku blm bayar zakat bbrp bln lalu, trs ada temen yg aku sakiti lwt kata2... jd skr ya wajar kalo Tuhan negur lwt cobaan kecopetan ini..

    Simple aja mikirnya... :) niscaya gitu kita bisa lbh mudah nrima segala macam cobaan ;)

    BalasHapus
  2. Nah. Tapi, kalau dalam kasus, Mbak, disamping sebagai teguran atas dua kesalahan yang Mbak lakuin sebelumnya, juga teguran agar lebih berhati-hati lagi.

    BalasHapus
  3. Hidup memang harus terus berjalan, lupakan masa lalu dan tinggalkan kenangan buruknya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup, hidup itu melangkah ke depan. Bukan berjalan mundur.

      Hapus