Selasa, 24 Juni 2014

FF : Tentang Cinta Pertama



Bila ada award untuk kategori orang terbodoh didunia, mungkin gelar itu tepat untukku. Aku, rela menghabiskan masa remajaku hanya untuk menunggu cinta seseorang yang tidak pernah mengharapkanku. Dia adalah teman SMA ku dulu.
Awal pertemuanku dengannya. Saat itu kami duduk di kelas X di sebuah SMANegeri di kota kecil Ponorogo. Sekitar Enam tahun lalu. Hampir setiap sore aku melihat dia bersama dua temannya membelokkan stir sepeda motor ke sebuah clubbing dekat toko buku milik keluargaku. Setiap kali bertemu, dia hanya menatapku. Antara khawatir kalau aku menyebarkan hal ini pada teman-teman satu sekolahku dan heran karena setiap sore melihatku di toko buku tersebut. Mungkin dia tidak tahu kalau toko itu milik keluargaku. Dan mulai saat itu, aku jadi lebih sering memperhatikan dia di Sekolah. Memperhatikan setiap gerak-geriknya, memperhatikan setiap kali dia selalu membonceng kekasihnya saat pulang sekolah.
Sampai pada saat kenaikan ke kelas XI. Aku heran, kenapa dari sekian banyak kelas aku harus berada dikelas yang sama dengannya. Dan dari situlah aku tahu bahwa namanya, Arya. Seiring berjalannya waktu, aku mulai merasakan getaran itu. Saat itu sekolah kami mengadakan peringatan Isra’ Mi’raj yang mewajibkan setiap siswa untuk memakai pakaian Muslim. Aku ingat, saat itu dia mengenakan baju koko berwarna putih dengan garis hitam dan celana kain berwarna hitam. Dia tersenyum padaku. Aku terpaku menatapnya. Ya, aku akui, aku terpesona.
Hari berganti dengan hari. Aku semakin dekat dengannya. Semakin mengenal siapa dia. Dia memperlakukanku lebih. Selalu tersenyum padaku, sering menggangguku, memanggil namaku dengan lantang, memberiku perhatian lebih hingga membuat semua orang salah paham dengan perlakuannya itu. Untuk beberapa saat aku terpesona dan menikmati semua itu.
Sampai akhirnya aku sadar. Dia melakukan itu semua, hanya menjadikanku sebagai alat untuk memutuskan hubungan dengan kekasih-kekasihnya. Aku kecewa, aku terluka. Dan disaat dia mendapatkan kekasih lagi, dia melupakan aku. Bahkan menyapaku saat kebetulan kami berpapasan pun tidak. Jangankan menyapa, menatapku pun tidak. Disitulah aku baru sadar bahwa perasaanku ini sudah berubah menjadi cinta. Saat itu yang bisa kulakukan hanyalah pasrah. Terus menyukainya, menerima setiap perlakuan manisnya yang tiba-tiba menghilang saat dia ada kekasih, dan kembali lagi saat dia putus hubungan dengan kekasihnya. Begitulah seterusnya.
Entah takdir atau apa namanya. Saat kelas XII, aku kembali satu kelas dengannya. Kembali harus melihat wajahnya setiap hari. Padahal mati-matian aku mencoba menghapus perasaanku padanya. Namun sia-sia. Setiap kali ingat saat dia mengusap kepalaku, menggenggam erat tanganku, bagaimana caranya memanggilku, saat dia tertawa, saat dia tersenyum manis padaku. Sungguh, aku menyukai semua itu.
Pada saat akhir semester Dua mendekati ujian. Dewi, kekasih Arya selingkuh dengan sahabat Arya sendiri hingga hamil. Setahuku dari sekian banyak wanita yang pernah singgah dihidupnya, Dewi lah orang yang dicintainya dengan tulus. Dan Dewi juga lah yang menyakitinya. Mungkin inilah karma dari perbuatannya yang suka mempermainkan perasaan wanita. Aku senang sekaligus kasihan pada Arya. Senang karena akhirnya dia berpisah dengan Dewi, sedih karena melihat luka dimatanya. Senyum seperti hilang begitu saja dari wajah Arya. Bahkan kebiasaan buruknya kambuh lagi sejak kejadian itu. Arya mengencani tiga orang sekaligus. Namun tetap memperlakukanku dengan manis. Aku semakin bingung dengan sikapnya. Dan karena sikapnya itu, aku sering menerima sindiran atau perlakuan tidak menyenangkan dari wanita-wanita yang cemburu padaku. Yang kebetulan mereka adalah salah satu korban Arya.
Setelah kelulusan, aku hilang kontak dengannya. Sama sekali tidak pernah berhubungan lagi. Aku tidak melanjutkan sekolah dan memilih bekerja di Surabaya. Dan ternyata Arya melanjutkan sekolah di sana juga. Aku selalu berharap tanpa sengaja bertemu dengannya. Namun, sampai Tiga tahun aku tidak juga bertemu dengannya. Ya, mungkin dia memang bukan jodohku.
Yang aku ingin tahu hanya satu, seperti apa perasaannya dulu padaku. Kenapa dia memberiku perhatian? Hampir Lima tahun aku mencintainya. Aku sadar perasaan ini hanya milikku. Cintaku takkan pernah terbalas. Yang bisa kulakukan sekarang hanya melihat senyumnya yang telah kuabadikan dalam sketsaku.

Terima kasih Arya, untuk semua masa indah yang pernah kamu berikan dulu. Juga rasa sakit yang kamu ajarkan padaku. Terima kasih telah mengajarkan aku tentang apa itu ketulusan. Tentang apa itu menunggu. Kini, kulepas semua anganku tentangmu. Semoga kamu bahagia. Selamat tinggal, Arya.

15 komentar:

  1. terharu gue bacanya *)tissue mana

    pedih,,, dalam amat ceritanya mbak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaakk... tengkyuu... Based on true story, tuh. Nulisnya aja juga berderai air mata... hiks..hiks...

      Hapus
  2. Aduuuhhhh ceritanya bagus bgt :')

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Fandhy. Mohon kritik dan sarannya.

      Hapus
  3. Balasan
    1. Iyaap. Bener banget. Pinjem gambarnya si Kumbang.

      Hapus
  4. hmm, menunggu memang selalu memberi kesan tersendiri. entah itu kesan yang menimbulkan tawa ataupun tangis..

    BalasHapus
  5. Lumayan bagus

    Blogwalking : http://firstanrude.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Thanks. Semoga suatu saat akan jadi bagus. Oke, nanti blogwalking ke blog kamu.

      Hapus
  6. Baru mampir udah suka sama tulisannya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahhh... thanks. Semoga ini bisa saya jadikan semangat untuk terus menulis.

      Hapus