Sabtu, 02 Mei 2015

Yang Pernah Ada




Aku berdiri menatap whiteboard super besar dihadapanku. Permukaannya penuh dengan kertas post-it berbagai warna. Aku sedang berusaha menemukan tempat kosong untuk menempelkan post-it warna kuning milikku.

Tema reuni yang kuusulkan. Jadi, kami para alumni diminta untuk menuliskan hal yang tak sempat terucapkan saat masa SMA dulu. Atau menuliskan harapan yang ingin terkabul--harapan apa pun tentang masa SMA dan segala kenangan yang ada di dalamnya.

Disaat itulah mataku menangkap selembar post-it warna hijau dengan tulisan 'Aku merindukan kita dan bangku itu, Meo'. Jantungku nyaris berhenti saat membacanya. Bernahkan dia yang menulisnya? Ya, pasti dia. Karena hanya dia yang memanggilku dengan sebutan Meo. Tapi, yang membuat jantungku nyaris berhenti bukan itu. Melainkan kalimat yang dia tuliskan hampir sama dengan yang kutulis.

Aku mengalihkan mataku ke post-it di tangan. 'Aku merindukan kita, Jule'. Hanya aku juga yang memanggilnya demikian. Apa ini artinya dia ada di sini? Di mana? Kenapa aku tidak melihatnya baik selama persiapan reuni selama sebulan ini dan dari pagi tadi saat acara dimulai? Refleks aku menolehkan kepalaku ke berbagai arah. Mencoba mencari sosoknya. Nihil.

Aku menarik napas panjang kemudian menghembuskannya. Kecewa. Aku mengembalikan tatapan ke whiteboard. Dengan sedikit berjinjit aku berusaha menempelkan post-it milikku di sebelah post-it hijau tadi. Berharap keinginan kami berdua menjadi nyata. Karena aku juga sangat merindukannya.

"I miss you more, Meo."

Jantungku berdentam lebih cepat dari biasanya. Suara miliknya. Seketika aku membalikkan badan. Dan di hadapanku, aku melihat senyum hangat itu lagi. Senyum yang terakhir kali kulihat enam tahun yang lalu. Senyum yang sangat aku rindukan selama enam tahun ini.

Mataku memanas dan pandanganku semakin buram. Membalas senyumnya. Dengan sama hangatnya. Dia berjalan mendekatiku. Membawa tubuhku ke dalam pelukannya. Erat, kuat dan hangat seperti dulu. Bersamaan dengan itu, air mata mengalir di pipiku. Ini air mata bahagia, karena bertemu lagi dengannya. Tapi ini juga air mata sedih, kenapa butuh waktu begitu lama untuk kembali bisa berjumpa.

Kini... aku hanya ingin diam di dadanya. Merasakan gemuruh jantungnya. Menikmati belaian tangannya di kepalaku. Menikmati setiap detik hembusan napasnya. Menikmati kebersamaan kami yang mungkin hanya sementara. Karena aku tahu, dia memiliki seseorang. Begitu juga denganku.

Biarlah, sebentar saja kami bersama untuk menebus masa lalu.

3 komentar:

  1. Balasan
    1. Wahhh.... Terima kasih. Walau sebenarnya pengen ada kritik sih. Biar makin bener nulisnya gitu... :))

      Salam kenal balik Mirza.

      Hapus