Selasa, 01 April 2014

Letter to My Ex



Hai, Iin?
Masih inget kan, aku pernah kasih nama panggilan itu ke kamu? Kamu nggak lupa juga, kan, kenapa aku kasih kamu panggilan itu?
Aku selalu ingat, saat kamu panggil aku Tom karena penampilanku yang tomboy. Dan karena itu, aku kasih kamu julukan Iin. Iin, waktu itu adalah nama tokoh dalam sinetron remaja. Nama sebenarnya Indra. Tapi karena dia anak Mami (persis kayak kamu), sahabat-sahabatnya kasih dia nama Iin. Dan karena itulah aku juga kasih kamu panggilan itu.
Satu hal yang paling aku selalu sesalkan setelah perpisahan kita. Aku nggak benar-bernah pernah bilang secara gamblang kalau aku sayang sama kamu. Selama di SMA, kita hanya menjalani hubungan itu. Mengalir apa adanya. Ikut bagaimana waktu memberi kita cerita. Sehingga aku pun hanya pasrah, saat akhirnya kita lulus, dan artinya kebersamaan kita pun berakhir.
Awalnya aku pikir perasaanku padamu hanya cinta monyet seperti yang banyak orang bilang. Cinta disaat SMA. Aku yang selalu menerima segala perhatianmu, dan kamu yang selalu dengan tersenyum memberikan perhatianmu padaku. Tapi setelah perpisahan itu, aku baru benar-benar paham dengan perasaan yang kupunya.
Menangis saat merindukanmu, dada terasa sesak saat ingin mendengar suramu tapi nggak bisa. Hati terasa kosong saat ingin merasakan kembali hangat genggaman tanganmu, usapan lembut di puncak kepalaku. Aku sadar, kalau aku masih mencintaimu.
Aku tahu, masa lalu itu tempatnya di belakang. Aku ingin meyakini itu. Hanya saja, hatiku belum rela untuk menempatkanmu sebagai masa lalu. Cinta pertamaku. Cinta monyetku. Kisah masa SMA-ku.
Saat ini yang ada adalah, aku yang selalu merindukanmu, aku yang berharap bisa bertemu denganmu, aku yang masih menyimpan setiap penggal kisah kita, aku yang masih belum bisa move on darimu, aku yang nggak berani membuka hati untuk yang lain karena aku masih mengharapkanmu. Dan kamu, yang aku tahu kamu sudah memiliki cerita dengan yang lain.
Yang paling kau inginkan sekarang hanya satu. Tuhan mempertemukan kita melalui takdir yang sudah direncanakan-Nya. Bukan aku atau kamu yang sengaja meminta bertemu. Agar aku tahu, perasaan macam apa yang kumiliki untukmu sampai detik ini. Agar aku bisa mengikhlaskan kisah kita yang tidak pernah jelas itu. Agar kau bisa melanjutkan hidupku.
Aku tunggu, sampai saat itu tiba. Sampai saat Tuhan menuliskan cerita takdir-Nya untuk kita lagi. Aku merindukanmu, Iin.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar