Sabtu, 13 Desember 2014

TENTANG DIA YANG MUNCUL SEBAGAI PENYEMBUH (A Story of Lyana Soenaryo & Artha Bimantara)



“Tha, lo bisa nggak, sih, nolak setiap kali keluarga gue ngatur hal kayak begini? Lo tau kan, gue nggak suka sama perjodohan ini.” Aku menatap Artha yang saat ini berdiri di depanku. Saat ini kami berada di depan rumahku. Berdiri di samping mobilnya. Dia baru mengantarku dari dinner yang direncanakan oleh keluargaku. Yang sialnya, menolak pun aku nggak bisa.
Artha tidak langsung menjawab. Dia hanya diam menatapku. Dan itu membuatku jadi salah tingkah. Sial. Kenapa akhir-akhir ini aku suka salah tingkah nggak jelas begini, sih, setiap kali Artha menatapku.
“Kenapa kita nggak coba aja, Yan?”
“B-buat?” Aku bertanya dengan dada berdebar.
“Kita. Kenapa nggak kita coba buat menerima perjodohan ini.” Jawab Artha.
Aku merasakan jantungku seperti lepas dari tempatnya. Si Artha ini gila atau apa, sih. Bukannya di awal perjodohan kami dia bilang kalau perjodohan ini bukan keinginannya? Bukankah dia bilang dia nggak bisa nolak karena Papa cukup berjasa atas kesuksesannya saat ini. Tapi sekarang─
“Awalnya gue memang ngerasa perjodohan ini rasanya konyol. Tapi, semakin mengenal elo, kayaknya gue ngerasain hal lain.” Lanjut Artha.
“Maksud lo?” Maksudnya dia nembak aku, nih?
Artha berdehem sebelum menjawab. “Begini, kenapa nggak kita coba aja buat… ya, pacaran, mungkin.”
Hah?
“Ya, anggap aja gue sebagai pelarian lo dari masa lalu lo itu. Gue rela, kok.” Lanjut Artha lagi.
Aku masih nggak menjawab. Ada gitu, ya, orang yang dengan bodohnya bilang rela menjadi pelarian dari masa lalu seseorang.
Karena melihatku nggak juga bereaksi, Artha melanjutkan, “Kita coba aja, Yan. Saat ini gue juga masih dalam tahap suka aja sama lo. Nanti kalau ternyata nggak berhasil, kita udahin. Gimana?”
Sumpah, seumur-umur baru kali ini ada yang nembak dengan cara konyol kayak begini. Udah dia bilang mau jadi pelarian aku, ditambah lagi dia bilang masih dalam tahap suka sama aku. Ini anak otaknya keseleo kali, ya?
Tapi, rasanya nggak salah kalau aku mengiyakan tawaran Artha barusan. Toh Artha juga cowok yang baik. Walaupun aku nggak menyukainya sebagai cowok. Maksudku, untuk saat ini setidaknya seperti itu. Dan seperti katanya tadi, kalau nggak berhasil, kita udahan.
“Baiklah.” Kataku akhirnya.
Aku melihat wajah tegang Artha berubah menjadi cerah. Dia tersenyum lebar kemudian mengacak pelan rambutku. Apa seperti ini yang dia bilang, masih dalam tahap suka? Dasar!
───


2 komentar:

  1. Ah, feel so deep nih hahaha

    Blogwalking : http://www.firstanrude.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaa... begitulah... Oke.. aku bakal blogwalking ke blog kamu... salam kenal.

      Hapus