Minggu, 29 Maret 2015

STUCK



Langkahku terhenti saat aku melintasi lapangan bola voli. Dibawah lampu lapangan yang berwarna kuning, aku melihat bayangan dirimu sedang bermain. Keningmu dipenuhi dengan peluh, napasmu terengah. Tapi senyum ceria tidak pernah terhapus dari bibirmu. Senyum yang indah.

Aku pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Dulu. Menatap kagum saat melihatmu bermain voli. Berlari ke sana kemari untuk menyambut bola dari lawan. Menjaga agar bola itu tidak terjatuh dilapanganmu.

Ahh… ternyata yang baru saja kulihat adalah bayangan masa lalu. Bayangan dari masa delapan tahun lalu itu masih terpatri jelas di memoriku.

Ya, ini sudah delapan tahun. Melupakan bukanlah hal yang mudah. Apalagi berpura-pura baik-baik saja padahal kenyataannya aku tidak baik-baik saja.

Rasanya? Sakit, dan bahagia datang pada saat bersamaan. Bahagia karena ternyata aku bisa mencintai orang lain selain diriku sendiri. Sakit karena cinta itu tidak pernah berwujud nyata.

Apa sudah saatnya untuk merelakan kemudain melepaskan? Apa aku harus menyerah atas perasaan yang sudah kujaga selama delapan tahun ini? Apa aku sudah siap mengosongkan hati yang selama delapan tahun ini dihuni olehnya? Oh… aku tidak yakin kalau aku bisa.

Sampai kapan? Entahlah. Yang jeas aku menikmati setiap hariku merindukan masa itu. Memiliki rasa ini.

Apa aku tidak akan berhenti? Mungkin. Mungkin nanti pada saat jodoh yang telah disiapkan Tuhan menunjukkan dirinya.

Jodoh? Bukankah jodoh adalah orang yang mencintai dan kita cintai yang akhirnya akan menghabiskan sisa hidup bersama kita?

Bukan! Jodoh adalah takdir yang disiapkan Tuhan. Dia yang akan menajdi sandaran terakhir kita. Dia yang hanya akan berpisah dengan kita ketika maut datang. Karena jodoh kita tidak selalu adalah orang yang mencintai dan kita cintai. Itu realitanya.


For the past.

Selasa, 24 Maret 2015

Book Review : Menikahlah Denganku





Judul : Menikahlah Denganku
Genre : Fiksi Romance
Penulis : Annisa Adrie
Penyunting : Pratiwi Utami
Desain Cover : @labusiam
Pemeriksa Aksara : Yntan
Penata Aksara : Martin Buczer
Digitalisasi : Rahmat Tsani H.
Penerbit : Bentang Pustaka
Terbit  : 2014
Tebal : 254 halaman
ISBN : 976-602-291-073-2




“Pada kenyataannya, sebuah masalah memang harus dihadapi dengan ksatria. Bukan malah ditinggal lari karena dia akan semakin kuat menjadi hantu pikiran yang ingin akal sehatku mati.”


Menikahlah denganku menceritakan tentang kehidupan pra wedding si tokoh utama yaitu Jenna. Jenna dan Satura adalah sepasang kekasih yang seperti tak terpisahkan. Karena sudah merasa saling mencintai, Satura pun melamar Jenna di sebuah masjid yang ingin dia gunakan untuk akad nikah dengan Jenna nanti. Ini yang sukses bikin aku ngiri. Betapa seriusnya niat Satura karena melamar saja di masjid.

Niat pernikahan mereka nggak berjalan mulus. Banyak banget rintangannya. Saat tanggal lahir Jenna dan Satura dihitung-hitung oleh Eyang Kakungnya, ternyata nggak ketemu. Iya, hitung-hitungan tanggal menurut adat Jawa gitu. Bagian ini yang bikin aku benar-benar was-was. Bagaimana kalau hal itu terjadi padaku dan batal nikah cuma gegara hitung-hitungan tanggal nggak ketemu. Sampek aku bela-belain telepon Ibu malam-malam buat tanya hal itu. Syukurlah, keluargaku nggak terlalu menerapkan hal itu.

Tapi walaupun hitungan tanggal nggak ketemu, Jenna berkeras untuk tetap menikah dengan Satura. Akhirnya keluarganya pun menerima dan mencari solusi tentang masalah ini.

Lalu masalah kedua muncul akibat konsep nyeleneh yang diinginkan Jenna. Pernikahan ala-ala negeri tengah hutan dengan menggunakan cocktail dress bukan baju dodot seperti yang diinginkan kedua orangtuanya. Karena sikap ngeyelnya Jenna inilah yang akhirnya membuat hubungannya dengan orangtua menjadi renggang. Bahkan Jenna nggak menyertakan mereka dalam persiapan pernikahannya. Agak-agak kesel juga sama sikap ngeyel Jenna ini.

Kemudian masalah ketiga muncul, Satura yang terkena tipu oleh customernya harus rela kehilangan uang puluhan juta─yang dipersiapkan untuk dana pernikahannya dengan Jenna. Karena merasa marah dan kalut, Satura pergi untuk memanjat tebing seperti yang selalu dia lakukan. Di situlah terjadi kecelakaan yang membuat Satura lumpuh. Satura menjadi seperti zombie. Hidup, bernapas, tapi nggak punya gairah. Nggak mau ngapa-ngapain bahkan mengabaikan Jenna.

Disaat-saat terjatuh seperti inilah ada seorang sahabat ayang selalu ada untuk Jenna. Namanya Rigel. Cowok konyol yang katanya Jenna mirip Rio Dewanto. Dia itu sahabat yang baik banget. Selalu ada buat Jenna. Selalu menguatkan saat dia rapuh. Perhatian banget sama sahabat. Mereka itu sahabat sehidup sekarat. Nggak terspisakan. Konyol. Gila. Justru kisah merekalah yang sangat aku suka di sini. Karena memang si Rigel ini aslinya suka sama Jenna.


“Yang sabar ya, Nyet. Jodoh lo nggak bakalan lari, mungkin lagi dipinjem orang aja. Entar kalau udah bosen juga dibalikin ke lo. Berdoa aja dia dikembalikan ke lo sebelum uzur.”


Bahkan Rigel juga yang akhirnya berhasil meyakinkan Satura kalau semua akan baik-baik saja. Pernikahannya dengan Jenna akan baik-baik saja walaupun dia lumpuh. Toh Jenna juga sudah menerima. Rigel jugalah yang mempersiapkan pernikahan mereka yang sempat gagal. Menyiapkan segala sesuatunya sampai benar-benar beres.

Endingnya yang membuat hati teriris banget. Siapa pun yang jadi Jenna, nggak yakin deh bakal bisa menerima dengan lapang dada. Pas hari akad nikah, saat Jenna dan seluruh keluarganya serta para undangan sudah berkumpul, Satura nggak kunjung datang. Rigel mendatanginya. Dan dengan gampangnya Satura bilang kalau nggak bisa menikah dengan Jenna. Karena dia terlalu mencintai Jenna dan dia nggak mau membebani Jenna dengan keadaannya. Dia juga melupakan bagaimana perjuangannya mendaki Semeru dengan menggunakan kruk demi memetik edelweiss yang akan digunakan sebagai mahar. Sumpah, sebel banget sama Satura. Dia itu, bodoh banget. Huhh…. Jadi emosi diriku. Padahal Jenna dan keluarganya itu sudah mau menerima dia apa adanya, lho. Belum tentu orang lain mau.

Tapi akhirnya Jenna tetap menikah, kok. Tapi bukan sama Satura si pengecut itu [kan, masih emosi saya]. Melainkan sama Rigel, sahabatnya tadi.


Dan, inilah quotes favoritku yang ada dalam novel Menikahlah Denganku :
  1. Setipis apa pun, pernikahan akan melahirkan sekat antara seseorang yang menikah dengan kehidupan di luar rumah tangganya. Seseorang yang menikah akan memiliki garis teritori yang tegas dalam hidupnya.
  2. Bukankah mandat tertinggi untuk mengatur hidup kita adalah kita sendiri?
  3. Hal terberat yang kita lalui adalah kita sama-sama berjuang untuk saling melupakan. Tapi, semakin kita menjauh, ternyata simpul di hati kita semakin kuat menaut.
  4. Demi sempurna aku telah menafikan banyak hal. Namun, demi sebentuk cinta yang sempurna, aku mengerti bahwa hati yang tulus mencintaiku tanpa ragu adalah hati terbaik yang selayaknya akan kupercayakan seluruh cinta kepadanya.
  5. Bahwa tak selamanya segala yang sempurna adalah tujuan.

Minggu, 22 Maret 2015

Book Review : Tomodachi by Winna Efendy




Judul : Tomodachi
Genre : Teenlit Romance
Penulis : Winna Efendi
Editor : Gita Romadhona & Ayuning
Proofreader : Widyawati Oktavia
Penata Letak : Landi A. Hwandiko
Desain Cover : Levina Lesmana
Ilustrasi Cover & Isi : Levina Lesmana
Penerbit : GagasMedia
Terbit : 2014
Tebal : 362 halaman
ISBN : 979-780-732-0


“Pedih, sesal, kecewa. Untuk kesempatan-kesempatan yang telah berlalu, untuk waktu yang sudah lewat, untuk hal-hal yang tidak dapat kami miliki.”

“Dia akan melewati jalan yang berbeda, melihat bunga sakura yang lain, bertemu teman-teman baru. Kami tidak akan berpapasan di koridor sekolah, bertemu secara tak sengaja di pemberhentian bus, atau mengobrol dipinggir lapangan seperti biasa. Entah siapa yang tahu yang akan terjadi kepadanya dalam tiga, lima, sepuluh tahun. Apakah dia akan jatuh cinta kepada orang lain, apakah akan ada orang yang menyayanginya sebesar aku menyayanginya? Apakah dia akan baik-baik saja. Apakah dia akan lulus dan menjadi dokter, mencintai pekerjaan itu, dan hidup bahagia. Rasanya sulit dipercaya, apa yang terjadi selama setahun belakangan ini pada akhirnya hanya akan menjadi kenangan.”


Tomodachi menceritakan tentang kehidupan remaja SMA yang bersetting di Jepang. Yaitu Tomomi si tokoh utama yang memiliki kepribadian ceria dan sedikit tomboy. Dia bersahabat dengan Chiyo yang juga sekarang satu SMA dengannya. Mereka bersekolah di SMA Katakura Gakuen. Sekolah favorit yang menjadi impian hampir setiap remaja di Jepang. Tujuan utama Tomomi masuk SMA itu adalah untuk bertemu dengan cinta pertama yang juga seniornya saat SMA, Hasegawa.
Novel ini seperti novel teenlit kebanyakan. Menceritakan tentang kehidupan remaja SMA yang penuh warna. Mulai dari masa orientasi, perkenalan, menemukan sahabat, menemukan cinta, prestasi akademik, prestasi non akademik.

Di hari pertama masuk SMA, Tomomi bertemu dengan seorang cowok menyebalkan yang menabraknya─sialnya mereka satu kelas dan satu bangku─yang bernama Tomoki. Diawal pertemuan mereka sering berdebat, bertengkar dan saling memaki. Kemudian semakin lama mereka semakin merasa nyaman hingga akhirnya mereka menjadi sahabat. Berempat ditambah Chiyo dan Ryuu sahabat Tomoki.

Mereka berempat menjadi sahabat yang tak terpisahkan. Kemana pun mereka selalu bersama. Kemudian sahabat mereka bertambah satu. Yaitu Tabhita, si cewek aneh berambut merah yang sering dibully teman-temannya. Tadinya Tabhita membenci mereka, tanpa alasan. Kemudian suatu hari saat Tabhita dikerjai senior, mereka berempatlah yang menolong Tabhita. Disitulah persahabatan kelimanya dimulai.

Tomomi, Tomoki dan Ryuu masuk di eskul lari. Mereka adalah tiga anak baru yang mendapat kesempatan masuk tim inti berkat bakat yang mereka miliki. Mereka berjuang, berlatih keras untuk memenangi turnamen lari estafet SMA tingkat kota. Kemudian berlanjut ke lomba lari estafet tingkat nasional mewakili kota mereka. Hingga akhirnya tim putri menajdi juara pertama dan tim putra menjadi juara kedua.

Roman picisan muncul pertama kali dari Chiyo. Dia menyukai sosok Ryuu yang pendiam, namun dewasa dan selalu menjadi penengah di antara mereka berlima. Tetapi Ryuu, dia menyukai Tomomi. Sedangkan Tomomi dan Tabhita menyukai Hasegawa (eittss… tapi mereka nggak bermusuhan, mereka bersaing secara sportif). Lalu Tomoki, menyukai Tomomi. Klasik, sih. Tapi seringnya yang terjadi dalam kehidupan nyata memang seperti itu.

Kemudian akhirnya Tomomi menyerah pada cinta pertamanya, Hasegawa. Dia emrelakan laki-laki itu. Dengan semangatnya yang tanpa henti mengejar Hasegawa, akhirnya Tabhita-lah yang berhasil mendapatkan hati cowok itu. Sedangkan Ryuu, dia harus menerima kenyataan bahwa Tomomi tidak menyukainya. Begitu pun dengan Chiyo yang harus menerima bahwa Ryuu tidak menyukainya. Tapi akhirnya Ryuu dekat dengan Chiyo juga.

Lalu, Tomoki yang sejak pertemuan awal memang sduah menyukai Tomomi, akhirnya perasaannya terbalas juga. Perasaan itu dia tunjukan lewat karya anime-nya yang menceritakan tentang Tomoki─yang sengaja Tabhita dan Chiyo kirim ke festival anime. Dan saat mereka mendatangi festival itu, anime karya Tomomi diputar. Disitulah Tomoki mengetahui perasaan Tomomi. Daaannn…. Happy ending. Tomomi dengan Tomoki, Ryuu dengan Chiyo, dan Tabhita dengan Hasegawa.

Dari lima bintang, aku memberi empat untuk novel ini. Dari semua karya Winna Efendi, Tomodachi menempati tempat kedua setelah Remember When dan sebelum Melborne.

Berikut ini adalah quotes favoritku dalam novel Tomodachi:
  1. Momen itu sekarang telah menjelma menjadi kenangan, sesuatu yang tidak akan bisa kita rasakan lagi dengan orang yang berbeda.
  2. Kesedihan ada untuk dilepaskan, bukan untuk disimpan. Untuk setiap kesedihan, akan ada kebahagiaan baru yang dapat menggantikannya.
  3. Manusia selalu bertanya-tanya tentang banyak hal. Mengapa kita bertemu, mengapa orang-orang harus terpisah, mengapa beberapa orang tidak bisa bersama, mengapa waktu tidak dapat diuputar kembali. Apa alasannya, aku tidak tahu. Tapi aku yakin, segala sesuatu pasti beralasan.
  4. Kenangan akan terus bergulir, tanpa mengenal waktu. Kami semua tetap hidup dibawah langit yang sama, menjalani kehidupan masing-masing. Apakah kami akan terpisah, atau bertemu lagi suatu hari nanti─entahlah, siapa yang tahu. Tetapi, bukankah ada keindahan tersendiri dari membuat kenangan baru?
  5. Nasib, takdir, hal-hal yang tidak dapat dihindari, semuanya memiliki peran dalam hidup kita. Mungkin kita tidak mengetahui alasannya sekarang, tapi suatu hari nanti, segalanya akan lebih jelas.
  6. Setiap kali ingin menyerah, aku selalu mengingat satu hal. Garis akhir terbentang di hadapanku, dan satu langkah lagi akan membawaku sedikit lebih dekat menuju tujuan.
  7. Segala sesuatu itu tidak selalu seperti apa yang kamu kira. Bahkan apa yang ada di depan mata tidak selalu seperti apa yang terlihat.
  8. Luka memiliki cara untuk mengingatkan kita pada hal-hal tertentu. Baik itu hal yang baik, maupun yang buruk. Itulah keindahan luka; luka dalam hati, juga luka fisik.
  9. Satu detik dapat berarti menang atau kalah, satu detik dapat menjadikanmu juara, atau membuatmu kehilangan sesuatu yang telah kau perjuangkan selama bertahun-tahun.
  10. Jangan sampai suatu hari nanti, kau berbalik dan berharap, segala sesuatunya berakhir dengan cara yang berbeda.
  11. Suatu hari nanti, aku akan berlari kepadamu. Kuharap, kaulah yang akan menjadi sosok yang menunggu di garis akhir, sama halnya kau akan selalu menjadi tujuan aku berlari.

Kamis, 19 Maret 2015

Book Review : Pre Wedding in Chaos




Judul : Pre Wedding in Chaos
Genre : Fiksi Romance
Penulis : Elsa Puspita
Penyunting : Pratiwi Utami
Desain Cover : Wirastuti
Pemeriksa Aksara : Septi Ws, Intan Sis
Penata Aksara : Endah Aditya
Penerbit : Bentang Pustaka
Terbit  : 2014
Tebal : 286 halaman
ISBN : 978-602-291-056-5



“Saya mencintai apa adanya kamu, sebagaimana kamu menerima apa adanya saya. Bukan tentang perjanjian abadi selamanya, hanya kesepakatan kecil tentang menjalani hidup bersama hingga detak jantung berakhir, sampai sisa napas terakhir.”


PRE WEDDING IN CHAOS. Dari pertama ngelihat cover ini novel di rak toko buku, yang terlintas dipikiranku adalah elegan, tapi terkesan misterius. Saat baca bab-bab awal, aku tahu aku suka dengan novel ini karena bahasa penulisannya aku banget. Gampang dimengerti, lucu, dan ringan kayak bahasa sehari-hari.

Tokoh utama dalam buku ini adalah Aria Desira dan Saraga Triyasa. Sepasang kekasih yang menjalin hubungan sudah selama sembilan tahun. Hubungan mereka yang tadinya adem ayem menjadi ‘kacau’ saat banyak orang di sekitar mereka—Mami Aria, ibu Raga, Citra adik Aria—mendesak bahkan cenderung memaksa mereka untuk menikah. Untuk Raga, itu memang keinginannya. Tapi untuk Aria, dia tidak memiliki keinginan menikah dengan alasan yang nggak masuk akal. Nggak mau ribet dengan urusan rumah tangga. Karena dua pernikahan yang ada di keluarganya—pernikahan dua kakaknya yaitu Reza dan Mayang—bukanlah tipe pernikahan yang bisa disebut baik-baik saja untuk dijadikan contoh.

Karena nggak tahan dengan ‘kicauan’ orang-orang sekitarnya, akhirnya Aria memutuskanmenerima lamaran Raga. Setelah resmi lamaran, masalah-masalah mulai bermunculan. Mulai dari sikap tak acuh Aria terhadap persiapan pernikahannya dengan Raga, yang membuat Raga harus mati-matian menahan emosinya. Sampai munculnya statement gila Aria yang ajaib banget. Dia menyatakan pada Raga bahwa setelah menikah nanti dia tidak mau memiliki anak dengan alasan dia alergi anak kecil. Menurutnya anak kecil itu adalah jelmaan iblis, berisik dan susah diatur. Haloooo… bagaimana bisa seorang wanita menyatakan bahwa dia nggak mau memiliki anak? Oke, aku memang juga nggak suka sama anak kecil, menurut aku mereka memang berisik dan susah diatur. Tapi, aku sadar kodrat. Tetap ingin hamil dan melahirkan anak setelah menikah nanti.

Agak-agak nggak ngerti juga, sih, sama jalan pikiran Aria yang ajaib itu. Awalnya nggak mau menikah dengan alasan yang nggak masuk akal, kemudian nggak mau punya anak dengan alasan yang sama nggak masuk akalnya. Padahal Raga itu adalah tipe idaman calon suami dan calon menantu. Ganteng, karir mapan, cinta sama pasangan, setia. Kurang apa, coba?

Karena visi mereka dalam pernikahan sangat bertentangan, baik Aria mau pun Raga akhirnya memutuskan untuk putus, yang artinya juga pernikahan mereka batal. Menyakiti diri emreka sendiri serta keluarga masing-masing. Bagian ini, nih, yang bikin nyesek banget. Hubungan yang sudah mereka jalin dengan baik selama sembilan tahun harus berakhir begitu saja. Padahal mereka saling mencintai. Tapi harus berpisah karena statement ajaib Aria yang bikin orang pengen banget ngegeplak kepalanya pakai palu Thor itu. Sembilan puluh Sembilan persen penyebab putusnya mereka adalah sikap egois Aria. Dan satu persennya adalah kesalahan Raga yang nggak bisa memberi pengertian pada Aria bahwa hamil dan memiliki anak tidak semengerikan yang dia bayangkan.

Karena nggak snaggup bertemu Raga dalam waktu dekat, maka Aria memutuskan untuk bekerja di Korea. Enam tahun kemudian dia kembali dan nggak sengaja ketemu Raga saat dia menjemput Angel—anak Citra—di TK tempatnya bersekolah. Raga sudah menikah dengan seorang guru TK di sana dan sudah memiliki seorang ank laki-laki. Di sini juga yang bikin aku makin nyesek. Sayang dengan hubungan sembilan tahun mereka yang sia-sia, dan pernikahan yang sudah di depan mata.

Sampai bab-bab akhir pun aku masih menebak bahwa Aria dan Raga akan bersatu lagi sekian tahun kemudian setelah perpisahan mereka. Tapi aku salah besar. Endingnya benar-benar nggak ketebak. Keren, sekaligus bikin aku nangis semalaman gara-gara meratapi kebodohan Aria (huaaa…. ).

Dari novel ini aku menyimpulkan :
  1. Bahwa sikap egois kita, pada akhirnya akan menghancurkan kita.
  2. Dalam pernikahan, ternyata takdir lebih memegang peran ketimbang jodoh.
  3. Bahwa dalam pernikahan, saling menerima kekurangan pasangan masing-masing adalah harga mati.
  4. Sekecil apa pun kesalahan yang kita buat, konsekuensi sudah menanti di belakang.
Berikut adalah kumpulan quotes favoritku dari novel ini :
  1. Apa yang disatukan Tuhan, hendaknya tidak dipisahkan manusia. (hal 26)
  2. Hanya Nabi yang sanggup bersikap adil kepada istri-istrinya. Hanya alasan-alasan Nabi yang masuk akal dan bisa diterima. Jadi, kalau ada lelaki yang membawa-bawa sunah Nabi untuk poligami, Aria ingin sekali mengebirinya hidup-hidup. (hal 78)
  3. Kita kadang nggak bisa bedain perasaan cinta atau cuma rasa terbiasa sama kehadiran pasangan kita. Yang mana pun, akhirnya, ya, itu yang bikin kita bertahan. (hal 98)
  4. Bagaiman mungkin bisa membangun rumah tangga kalau pandangan ke depan saja tidak sama? (hal 195)
  5. Nyatuin dua kepala itu nggak gampang, makanya kompromi harus selalu di barisan terdepan dalam hal apa pun. (hal 209)
  6. Kalau menurut gue, sih, hidup ini tuh, kayak permainan. Ada tahapan-tahapan yang harus kita lewatin buat naik level. Kalau lagi main game dan lo stuck di level itu-itu aja, apa lo nggak bosen, terus akhirnya berhenti main? (hal 219)
  7. Saat sebuah hubunagn berakhir, saat itulah kita dibuat ingat bagaimana semua itu bermula. (hal 255)
  8. Semua hal yang tadinya manis, seketika berubah pekat. Cita rasa khas kenangan. (hal 268)


Book Review : Pre Wedding Rush




Judul : Pre Wedding Rush
Genre : Fiksi Romance
Penulis : Oke Sepatumerah
Penyunting : Herlina P. Dewi
Desain Cover : Felix Rubenta
Layout Isi : DeeJe
Proofreader : Tikah Kumala
Penerbit : Siletto Book
Terbit  : 2013
Tebal : 204 halaman
ISBN : 978-602-7572-21-8


Life goes on. Tapi terkadang ada kenangan-kenangan indah yang membuat seseorang enggan melangkah menuju masa depan. Itulah yang terjadi dengan Menina. Hubungannya dengan Lanang, sang mantan pacar, begitu membekas dihatinya, bahkan sampai ia dilamar oleh pria lain yang lebih mencintainya.

Ketidakmampuan melupakan masa lalu membaut Menina secara impulsif memutuskan melakukan perjalanan terakhir bersama Lanang ke Yogyakarta. Siapa yang bisa meramalkan apa yang akan terjadi? Saat Menina dan Lanang berada di Yogyakarta, terjadilah gempa bumi 5.9 SR yang memakan banyak korban.
Menina menyaksikan begitu banyak hal yang membuatnya kembali berpikir tentang hubungannnya bersama Lanang dan juga calon suaminya. Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua?


Menina, memiliki pacar yang nyaris sempurna. Dewo. Ganteng, mapan, baik, mencintai dia. Tidak ada yang kurang sedikitpun. Tapi, kenapa Menina harus ragu saat Dewo melamarnya? Dan dengan gampangnya malah menerima ajakan Lanang, mantannya untuk melakukan perjalanan bersama.

Rencana awalnya, Lanang akan turun di Jogja dan Menina akan melanjutkan perjalanan ke Surabaya untuk melaksanakan lamarannya dengan Dewo. Tadinya Menina sudah sangat yakin menolak tawaran Lanang untuk mampir ke Jogja. Tapi toh akhirnya Menina mau juga. Dan membiarkan dirinya semakin dekat dengan mantannya itu. Semakin menginginkan mantannya itu untuk kembali. Dan membuatnya hampir meninggalkan Dewo.

“Keberadaan Lanang membuat perjalanan panjang tidak terasa menyebalkan. Memang benar, jika melakukan perjalanan, tidak terlalu penting tujuannya, tidak pula terlalu penting menggunakan apa dan tinggal dimana, selama kita bersama rekan perjalanan yang menyenangkan, semuanya akan sempurna.” (halaman: 60)

Banyak hal yang Menina lakukan saat di berada di Jogja bersama Lanang. Mengunjungi dua sahabat lanang, Sigit dan Ayako, sepasang suami-istri yang memiliki Mitra Muda. Yaitu sebuah rumah aktifitas remaja dan pemuda dukuh setempat.

Hari kedua mereka di Jogja, tanpa terduga terjadilah gempa dahsyat yang meluluh lantakkan kota Jogja. Melihat banyak korban yang terluka dan kurangnya tenaga medis, Menina tidak tega untuk meninggalkan mereka.

Akhirnya Menina memutuskan untuk tetap tinggal di Jogja demi menolong korban gempa. Dan mempertaruhkan lamarannya. Dewo marah, tapi keputusan Menina untuk tetap tinggal sudah bulat. Sebenarnya kejadian gempa itu bukan sepenuhnya alasan Menina untuk tetap tinggal. Terlebih karena disana ada Lanang. Mantan yang sebenarnya masih dia cinta.

Dan, disanalah terkuak rahasia terbesar Lanang. Saat itu tengah malam, Menina terbangun dari tidurnya. Melihat sekelebat bayangan manusia yang masuk ke rumah Mitra Muda, dia jadi penasaran dan mengikutinya. Ternyata disana ada Lanang dan Ayako.

Menina menguping pembicaraan mereka. Ternyata sikap nggak ramah Ayako terhadap Menina sejak pertemuan pertama mereka adalah karena Ayako cemburu. Sebenarnya dari awal kemunculan Ayako dan sifat nggak ramahnya itu aku udah nebak, sih. Kalau ada affair antara Lanang dan Ayako.

Disitu juga terbongkar rahasia yang lebih membuat Menina terpukul dan marah. Yaitu kehamilan Ayako yang ternyata adalah anak Lanang. Padahal malam sebelumnya Lanang mengakui tentang perasaannya pada Menina, bahwa dia masih menginginkan dan mencintai Menina.
Keesokan harinya, Menina memutuskan untuk kembali ke Surabaya untuk meneruskan acara lamarannya dengan Dewo yang sempat tertunda. Kejadian antara Lanang dan Ayako membuatnya semakin yakin untuk memilih Dewo.

Tujuh tahun kemudian Menina kembali bertemu dengan Lanang. Keadaan sudah sangat berbeda dari tujuh tahun lalu. Menina sudah menikah dengan Dewo dan memiliki seorang putri. Sedangkan Lanang sendiri, dia menikahi Ayako sejak mengetahui berita kehamilannya tujuh tahun silam itu.

“Masa lalu adalah masa lalu, sesekali melihat mungkin perlu, tapi tidak perlu mencoba untuk mengulang lagi apa yang pernah terjadi.” (halaman: 188)
“Karena waktu terus berjalan, membangun banyak cerita, mengubah seseorang, mengubah keadaan. Tidak akan mungkin ketika kita mencoba untuk mengulang semuanya akan menjadi sama seperti dulu.” (halaman: 189)

Dari yang aku baca, aku menyimpulkan, Menina hanya ingin memastikan perasaannya terhadap Lanang. Dan ternyata, Menina sudah sangat yakin bahwa jodohnya memanglah bukan Lanang. Melainkan Dewo yang sekarang menjadi suaminya.

Walau agak deg-degan juga saat Menina hampir tergoda lagi oleh Lanang yang memintanya untuk tinggal. Kan nggak lucu saja kalau sampai tragedi Jogja tujuh tahun lalu itu terjadi kembali.

Ada dua dialog lucu yang bikin aku senyam-senyum nggak jelas. Yang pertama dialog antara Menina dan Agnes yang membahas soal pernikahan.

“Please, tolong beri definisi gue tentang kawin,” kataku.
“Kawin apa menikah?” Agnes bertanya dengan tatapan menggoda.
“Kawin, nikah, atau apalah itu, sama ja. Lo doyan banget sih mempermasalahkan perbedaan ‘kawin’ dan ‘nikah’?” Aku mengibaskan tangan.
“Beda tahuuu! Kawin itu urusan pemenuhan syahwat, kalau nikah…” Agnes terdiam.
“Apa?”
“Pemenuhan syahwat yang legal.” Agnes terbahak.

Yang kedua, dialog antara Menina dan Lanang.
“Kemarin gue buka-buka inbox email lama gue yang udah nggak gue pakai lagi. Dan gue menemukan email lo di tahun 2006 itu. Lo menuduh gue hamil dan meledek gue. Lo tulis: ’Nggak tahu ada penemuan yang namanya kondom ya?’” Kataku sambil menahan tawa.
“Ya, terus?”
“Ya kenapa Ayako bisa hamil? Nggak tahu ada penemuan yang namanya kondom ya?” ledekku.
“Sialan lo.” Ia tertawa. Wajahnya semakin memerah.

Banyak banget pesan yang aku dapat dari membaca Pre Wedding Rush ini. Terutama tentang pernikahan. Tentang banyaknya dan beratnya cobaan pra pernikahan. Ya salah satunya munculnya mantan itu. Apalagi kalau mantan yang masih ada di hati. Beraaat banget kayaknya.

  1. “Iya. Pada akhirnya, setelah sekian lama menikah, gue ngerasa bahwa pernikahan itu cuma another stage of life. Ada kesulitan sendiri di setiap stage of life, kalau di tahap-tahap hidup sebelumnya kita survived, kenapa yang ini enggak?” (halaman: 201)
  2. “Iya. Nggak luar biasa membahagiakan, bukan surga dunia seperti yang dijanjikan oleh dongeng Walt Disney’s, tapi ya nggak jelek-jelek amat juga, sih. Biasa aja. Lalu pernikahan itu nggak ada hubungannya sama jodoh nggak jodoh. It’s just another stage of life. Sama seperti stage kehidupan yang lain, untuk bertahan kita harus berusaha dan berjuang. Kalau dari yang gue rasa, jodoh itu juga harus diusahakan dan diperjuangkan. (halaman: 201)
  3. “Karena menikah berarti lo harus berhenti untuk hidup seenaknya, soalnya lo sudah membawa orang masuk dalam kehidupan lo.” (halaman: 196)
  4. “Semua orang kebanyakan menikah. Kalau ada yang tidak menikah akan dipertanyakan dan dibombardir oleh pertanyaan kapan menikah.” (hal: 49)


Yeah, dan aku sudah mengalaminya. Heran ya sama orang Indonesia itu, kenapa hobi banget mengurusi urusan orang lain. Padahal mereka sendiri aja hidupnya juga belum bener. Danstatement mereka yang seakan-akan mengharuskan cewek untuk segera menikah itu lho, yang aku nggak suka.

Halooo? Ini tuh 2015, Tante. Masa iya sih, masih umur dua puluh tahun lebih sedikit saja setiap kali ketemu yang ditanyakan hanya soal, “Kapan menikah?”. Nggak ada pertanyaan yang lebih kreatif apa? Tanya kabar kek, karir kek, atau apalah. (eh.. kok jadi curcol ya.. hwehee)
Dan ini pesan yang lainnya:
  1. Bahwa memang seharusnya masa lalu itu tempatnya di belakang. Bukan untuk selalu diungkit-ungkit di masa sekarang.
  2. Bahwa masa lalu itu harus benar-benar dilepas kalau ingin bahagia.
  3. Ternyata, dalam pernikahan, takdir itu lebih memegang peran penting ketimbang jodoh. Buktinya, dan sudah sering kulihat dikehidupan nyata, dua orang yang saling mencintai pun nggak bisa bersatu dalam pernikahan karena berbagai alasan.
  4. Setiap kesalahan yang kita perbuat, besar-kecil, sengaja tidak disengaja, kita pasti akan mendapat karmanya. Dan saat itu terjadi, yang bisa kita lakukan hanya pasrah, menerima dan menjalaninya.

Asal tahu saja, Mbak Okke adalah orang kedua setelah Nina Ardianti yang bikin aku galau sehabis baca bukunya. Hwaaa… belum bisa move on juga sampai sekarang. Padahal udah beberapa hari lalu lho, aku selesai baca ini novel.

Tapi, aku ingin mengucapkan terima kasih buat Mbak Okke ‘Sepatumerah’ yang bisa membuatku nangis saat membaca kalimat demi kalimat yang membahas tentang masa lalu. Membuatku banyak merenung tentang apa yang harus aku lakukan tentang masa lalu itu. Karena kenyataannya aku masih belum bisa juga untuk keluar darinya.

Dan aku telah memutuskan untuk mengikuti jejak Menina. Melepaskan, melupakan dan meninggalkan masa lalu untuk bahagia


    Kalian Suka Berkhayal? Hati-hati Terjangkit OUTRHUMENOSIS




    Sebelumnya mau ngasih tahu. Postingan kali ini bakal agak panjang. Jadi kalian siap-siap menguap kalau mau baca sampai kelar. Tapi, Insya Allah bermanfaat, kok. Semoga saja, sih…. *_*


    Pernah dengar istilah OUTRHUMENOSIS? Belum, ya? Pasti belum…. :))
    Baiklah. Mari aku jelaskan. Dalam buku "Dream of Dreams in Hipnoses" karya psikolog terkenal Dr. Willem Hogendom Phd., outrhumenosis adalah penyakit jiwa yang terjadi akibat seseorang yang ia mendambakan / menginginkan sesuatu hal secara sangat berlebihan sekali. Dan suatu hal tersebut selalu ia ingat-ingat, ia mimpikan serta ia imajinasikan apa kira-kira yang akan terjadi jika seandainya ia berhasil memperoleh suatu hal tersebut. Sehingga membuat alam bawah sadarnya menerima dan merekam segala harapannya terhadap suatu hal tersebut dengan sangat jelas.

    Namun karena suatu hal yang didambakannya itu gagal atau tidak terjadi / terkabul, maka tekanan rasa sedih dan keyakinan yang besar terhadap harapannya itu menimbukan terjadinya peng-eksis-an bayangan imajinasi atau lebih dikenal orang awam dengan istilah "Mimpi disaat Terjaga".

    Pengeksisan Imajinasi ini terjadi akibat respon dari alam tidak sadar (khayalan / emosi jiwa) kepada alam bawah sadar secara tidak normal atau berlebihan dan lalu menyebabkan alam bawah sadar meciptakan harapannya atau mimpinya itu seakan-akan hidup / eksis dikehidupan nyata.

    Nah, kali ini aku ingin sharing soal pengalamanku berhubungan dengan seseorang yang mengidap outrhumenosis. Sebut saja dia Mbak D [kok serasa lagi nulis berita pelecehan seksual ya…:)) ]. Awalnya aku nggak sadar, sih, kalau dia itu ‘beda’. Mbak D ini adalah temanku. Dulu, sewaktu pertama kali kenal dengannya aku suka sama dia karena sikapnya yang ramah dan baik sama orang yang baru dikenal. Kemudian karena aku ngerasa nyaman sama dia, aku mulai menceritakan tentang masalah pribadi padanya. Masalah apa pun.

    Disitulah dia juga cerita padaku kalau dia memiliki seorang pacar yang super duper sempurna. Katanya, pacarnya itu berwajah tampan, bertubuh tinggi, usia dibawahnya tiga tahun, tajir dan calon dokter. Tipe ideal calon suami banget, kan? Sebut saja cowoknya Mbak D ini Mas K. Tadinya itu cerita sukses bikin aku ngiri. Soalnya, melihat fisik Mbak D yang biasa saja bisa dapat pacar yang sempurna begitu. Eiittss… jangan menjudgeku dulu. Bicara soal realita saja, ya. Kebanyakan orang sempurna, pasti nyari pasangannya juga dari kalangan sempurna. Tapi nggak menutup kemungkinan kalau cowok super duper sempurna bakal jatuh cinta sama cewek yang biasa saja. Itu sah sah saja.

    Lama-lama aku jadi curiga sama Mbak D ini. Setiap kali dia menceritakan soal Mas K, matanya selalu melirik ke kanan dan terlihat banget kalau kesulitan merangkai cerita [cenderung kelihatan kalau sedang mengarang bebas]. Kalau menurut ilmu psikologi, seseorang pada saat berbicara melirik ke kanan atas berarti orang itu sedang berbohong [karena isyarat lirikan ke kanan atas bermakna lamunan, pemalsuan atau berbohong]. Karena fungsi otak kanan itu berkaitan kuat dengan kreatifitas dan imajinasi.

    Sudah begitu, Mbak D ini kalau lagi menceritakan Mas K, terkadang diam dulu beberapa lama seperti mengarang dulu. Kemudian kalau berbicara terlihat nggak meyakinkan. Lalu, misal hari ini dia bilang si Mas K itu mobilnya Everest Hitam, besokannya Mbak D bilang mobilnya Mas K itu Fortuner putih. Lalu, kemarin Mbak D bilang kembarannya Mas K namanya Jordan, hari ini dia bilang nama kembarannya Mas K Noel. Kan, akunya jadi bingung.

    Dan lagi, Mas K itu nggak pernah ada bentuk visualnya. Baik dalam bentuk foto atau pun wujud fisik. Suara juga nggak ada bentuknya. Karena setiap kali aku ngajak mereka jalan bareng gegara pengen banget tahu bentukan Mas K, Mbak D ini selaluuu saja ngeles. Bilang kalau Mas D lagi sibuk inilah, sibuk itulah. Terus saat aku tanya foto, Mbak D bilang kalau Mas K ini nggak suka di foto. Ya seenggak sukanya orang difoto, paling enggak satu foto punya, kan? Tapi ini, nothing! Nggak ada sama sekali. Semakin besarlah kecurigaanku.

    Ditambah lagi, ternyata salah seorang temanku yang temannya juga, mengatakan padaku soal kecurigaannya kepada Mbak D perihal pacar super duper sempurnanya itu. Bahkan aku dan dia hampir saja menguntit Mbak D, mengawasi rumah Mbak D demi membuktikan kebenaran soal Mas K ini [iya, kebanyakan nonton film detektif]. Lalu, saat Mbak D nitip handphone ke aku dan temenku tadi, kami membuka phone book-nya [jangan ditiru yaa…]. Kami mencari kontak dengan nama Mas D, tapi nggak ada. Kemudian mencari dengan nama yang wajarnya dipakai orang untuk mengganti nama pacar. Sayang, honey, cinta, baby, atau apa pun yang sekiranya menunjukkan kalau dia itu orang spesial. Tapi hasilnya, nggak ada. Lalu kami membuka inbox Mbak D. Nggak menemukan satu pun inbox yang berasal dari Mas K ini. Yang ada malah inbox dariku dan temenku satunya tadi. Di daftar panggilan telepon, juga nggak ada. Semakin besarlah kecurigaan kami.

    Lalu, setiap kali kami jalan bertiga [aku, Mbak D dan satu temenku tadi], Mbak D itu selalu saja bilang begini ‘Pulang, Yuk. K udah sms aku disuruh pulang. Dia itu punya banyak mata-mata di mana-mana. Dia tahu kalau aku lagi nongkrong sama kalian di sini’. Dan sering juga saat kami jalan bareng, Mbak D itu mengatakan sesuatu yang membuat aku percaya seakan-akan ada Mas K di situ, tapi si Mas K itu nggak menunjukkan wajahnya. Misal saja Mbak D bilang, ‘Aduh, mobil Honda Jazz putih yang lewat barusan itu si K. Dia baru sms nyuruh aku pulang. Katanya tempat ini tempat nggak bener.’. Muncullah pertanyaan baru di kepalaku, ‘Sebenarnya si Mas K itu siapa, sih? Sampai-sampai mata-matanya ada di mana-mana. Sampai-sampai dia bisa muncul di temapt yang disitu ada Mbak D juga pada saat yang bersamaan. Apa si K ini anak pejabat? Anak Presiden? Atau anak mafia?

    Hal ini berlangsung bertahun-tahun. Empat tahun kalau nggak salah. Di situlah aku jadi semakin sadar bahwa Mbak D ini memang sakit dan butuh bantuan. Hanya saja aku bingung mau bantunya dengan cara apa. Nanti kalau aku bilang terang-terangan kalau dia skait, yang ada akunya malah ditimpuk pakai heels sama Mbak D. Atau parahnya dia memusuhiku. Kalau dibiarkan saja, aku takut Mbak D ini sakitnya semakin parah.

    Tapi untungya dia sudah mau menikah. Sama cowok lain, bukan Mas K tadi. Kali ini nyata karena aku sudah pernah dipertemukan dengan cowok itu. Ya walaupun Mbak D ini menurutku agak-agak nggak bener cari laki, sih. Mbak D ini nggak jelek, lho. Tapi calon suaminya ini Om-Om item, dekil. Iya, Om-Om. Sudah begitu baru dikenal lagi. Sudah begitu latar belakangnya nggak jelas. Sudah begitu, Mbak D ini dinasehati susah banget. Kayaknya sudah kadung cinta mentok sama si Om tadi [ehh… ini kenapa jadi bicarain kejelekan orang, ya?]. Ya sudahlah. Semoga saja nggak terjadi hal buruk dan hal ini bisa menyembuhkan Mbak D dari sakitnya itu.

    Pertanyaanku adalah… adakah di antara kalian yang memiliki teman seperti Mbak D ini? Yang punya pacar fiksi dan diceritakan ke kalian seolah-olah pacarnya itu sungguh nyata? Atau jangan-jangan salah satu di antara kalian lagi, yang memiliki kepribadian kayak Mbak D? Heheee… bercanda!!

    Baiklah, sekian postingan dariku kali ini. Semoga bermanfaat.




    Regards,
    ^_^
    Anis