Rabu, 14 Mei 2014

[FF] Terjebak Nostalgia


Kalau bicara soal cinta pertama, yang pertama kali terlintas dalam pikiranku adalah nama Abi. Abiaji Rahmana. Dia itu cinta pertamaku, kasih tak sampaiku, sekaligus cinta bertepuk sebelah tanganku.
Yeah. Cinta pertama nggak melulu manis. Emm... awalnya memang manis, sih. Sebelum aku tahu apa yang sesungguhnya dirasakan Abi padaku.
Pertama kali merasakan jatuh cinta sewaktu SMA. Ya pada Abi itu. Teman sekelasku sewaktu kelas sebelas. Definiisi cinta pertama menurutku adalah, dia yang pertama kali membuatku terpaku dan mengunci tatapan pada orang itu. Dia yang pertama kali membuat jantungku berdebar saat berada di dekatnya. Dan Abi-lah orang itu.
Abi-lah cowok pertama yang mengalihkan duniaku. Dia adalah cowok pertama yang mengusap kepalaku. Dia adalah cowok pertama yang menggengam erat jemariku. Dia adalah cowok pertama yang membuatku lupa cara bernapas saat kami berdekatan hampir tanpa jarak.
Dia cowok pertama yang membuat dadaku berdebar setiap kali aku melihat sosoknya. Dia cowok pertama yang membuatku selalu tersenyum tanpa sebab yang jelas. Dia juga cowok pertama yang mengenalkanku pada indahnya cinta SMA.
Hal-hal yang dilakukan Abi sehingga membuatku jatuh cinta itu sederhana, kok. Sentuhan-sentuhan di kepalaku yang dilakukannya hampir setiap hari. Senyum hangatnya setiap kali berpapasan denganku. Kebiasaan buruknya yang selalu menggangu makan siangku di kantin. Dengan cara duduk di depanku. Mengunci tatapanku, lama. Sehingga membuatku mual gara-gara asam lambung yang diproduksi berlebihan saat dadaku berdebar.
Kebiasaanya yang selalu memanggil namaku dengan lantang. Bahkan seringkali dengan berteriak. Konyol, norak, memalukan, tapi manis menurutku. Kebiasaannya yang setiap kali pulang sekolah selalu menjajari langkahku menuju parkiran. Kebiasaannya yang menggengam tanganku tanpa alasan jelas. Bahkan sering dia melakukan itu di kelas saat jam pelajaran. Sehingga membuat mata para guru menatapku seolah-olah aku ini bersekolah dengan menggunakan kebaya.
Tapi diluar semua rasa malu yang aku dapat atas tingkah norak Abi, aku bahagia. Mungkin itulah cara Abi utnuk menunjukkan perhatiannya padaku. Dan tindakan-tindakan itu yang akhirnya membuatku jatuh cinta padanya.
Sampai pada saat aku mendapati Abi bermesraan dengan cewek kelas sebelah. Dan tersebarlah gosip kalau mereka berpacaran. Dari situ aku jadi tahu, bahwa yang Abi lakukan padaku selama ini tidak berarti apa-apa untuknya. Hanya keisengannya belaka. Tapi, berbeda untukku. Karena perhatian-perhatian kecilnya itu membuatku jatuh cinta padanya.
Awalnya aku pikir perasaanku pada Abi hanyalah cinta monyet semasa SMA. Tapi, setelah kelulusan yang itu artinya adalah berpisah, aku baru mengerti bahwa yang kurasakan adalah benar-benar cinta.
Aku menangis saat merindukan Abi tapi tidak bisa bertemu. Aku menangis setiap kali ada cowok yang menyatakan cinta padaku tapi aku menolaknya. Aku menangis, kenapa sampai saat ini belum juga bisa membuka hati untuk cowok lain karena masih mengharapkan Abi.
Ini sudah enam tahun. Nggak mungkin selamanya aku mengharapkan Abi. Yang paling aku inginkan saat ini hanya satu. Pertemuan tanpa disengaja dengannya. Agar aku tahu, seperti apa jenis perasaanku terhadapnya. Agar aku bisa memutuskan apa yang harus aku lakukan selanjutnya.

Dan aku, ingin mengakui perasaanku padanya. Tidak perlu Abi membalas perasaan itu. Aku hanya ingin menuntaskan kisah yang kumulai enam tahun lalu itu. Agar aku bisa lega. Agar aku bisa melanjutkan hidupku dan meraih bahagia.