Kali
ini aku akan membicarakan soal sisi lain dari laki-laki yang terkenal dengan
sikapnya yang tegas, keras, arogan dan egois. Sisi lemah laki-laki yang hampir
nggak pernah diakui dan nggak ada yang mau mengakui. Yaitu, menangis.
Aku
tidak ingin menghakimi atau pun menyalahkan mereka yang tidak mau mengakui.
Namanya juga laki-laki. Mereka lebih sayang sama ego, kan? (sorry, ini fakta) Aku akan menggunakan
contoh saja agar kalian para lelaki sedikit mau mengakui apa yang akan
kusampaikan.
Yang
kujadikan contoh kali ini adalah dua laki-laki paling tempramental, egois,
arogan, kasar sekaligus paling tegas dan kuat yang pernah aku kenal. Dua orang
ini adalah dua orang laki-laki yang berwajah mirip, bersifat dan berkelakuan
mirip.
Ya,
aku selalu menganggap bahwa mereka kuat. Mereka selalu berdiri sendiri. Tidak
pernah meminta bantuan atau pun mengeluh. Mereka berjiwa pemimpin. Dan mereka
membuktikannya dengan seringnya mereka terpilih sebagai pimpinan dari komunitas
apa pun yang mereka ikuti. Namun, mereka tetap manusia. Memiliki sisi manusiawi
yang selalu disangkal laki-laki mana pun. Sisi yang diharamkan dan pantang
dilakukan apalagi diakui seperti yang sudah kubilang tadi. Mereka adalah Chris,
kakakku. Dan Nathan, sepupuku.
Percaya
nggak percaya, sudah beberapa kali aku melihat kakakku menangis. Pertama, waktu
itu lebaran. Aku lupa kapan kejadiannya. Yang jelas sudah lama sekali. Mungkin
waktu aku SMP kalau nggak SMA. Aku dan keluargaku seperti biasanya,
bersilaturahmi ke rumah orang-orang yang dituakan di keluarga besar kami. Di
sana, tanpa sengaja kami bertemu mantan pacar kakakku. Orang yang pernah
dicintainya dulu itu, menghianatinya dengan menghadirkan orang ketiga. Saat itu
kakakku yang menyudahi hubungan mereka. Namun wanita itu tidak menginginkan perpisahan.
Harga diri kakakku terluka. Karenanya dia tidak menghiraukan sama sekali saat
wanita itu pergi dari rumahku dengan berurai air mata.
Setelah
sekian tahun berpisah dan akhirnya Tuhan mempertemukan mereka kembali─entah
karena alasan apa─kakakku memilih untuk menghindarinya. Tidak mau menyapa atau berjabat
tangan sebagai formalitas Idul Fitri. Yang kulihat setelah perempuan itu pergi,
kakakku menangis tanpa suara. Dia tidak pernah mengaku saat kutanya alasan dia
menangis. Itulah kali pertama aku melihat kakakku menangis.
Kedua
kalinya aku melihat kakaku menangis adalah saat dia berpamitan padaku, adik dan
Ibu sebelum dia pergi ke luar kota untuk bekerja dalam jangka waktu yang lama.
Ketiga
kalinya, saat dia berada di titik tersulit dalam hidupnya. Dia kembali
menangis. Entah karena merasa tidak sanggup lagi atau bagaimana aku juga nggak
tahu. Sejak saat itu, sampai detik ini aku tidak pernah lagi melihatnya
menangis.
Kemudian
Nathan. Seumur hidup dan sepanjang aku kenal dengannya, aku nggak pernah mendapati
dia terlihat lemah. Dia adalah adik sepupuku yang berusia diatasku setahun.
Kami pernah bersekolah di SMA yang sama. Saat kelas XI dan XII berada di kelas yang
sama, aku jadi sangat tahu orang seperti apa Nathan itu. Bagaimana sifat dan
karakternya, yang ternyata nggak berbeda jauh dengan kakakku tadi.
Pertama
dan terakhir kalinya aku melihat Nathan menangis adalah saat pemakaman Eyang
Kakung Nathan yang adalah adik kandung kakekku. Aku tahu dia berusaha untuk
tegar. Aku tahu dia berusaha keras menahan air matanya. Tapi, dia tetap hanya
manusia biasa. Egonya dikalahkan. Dia menangis. Dia menitikkan air mata
dihadapanku. Dia terisak.
Dari
situlah aku baru benar-benar sadar bahwa laki-laki itu juga manusia biasa
seperti halnya wanita. Memiliki hati, yang walaupun jarang untuk digunakan.
Tapi, sekalinya digunakan selalu disaat yang tepat. Bukan disaat yang nggak
penting-penting banget kayak yang dilakukan wanita pada umumnya. Dan
sepengamatanku selama ini, yang sanggup membuat laki-laki menangis adalah… wanita
dan keuarga. Iya, wanita. Aku tahu kalian para lelaki akan protes. Tapi itu
fakta, dari apa yang aku amati dan lihat selama ini.
Jadi,
tidak perlu lagi kalian para laki-laki mati-matian menyangkal. Tidak perlu lagi
kalian gengsi mengakui bahwa kalian juga bisa memangis. Percuma! Fakta sudah menjawabnya
(hweheee…. Peace man!)
Lagi
pula, menangis tidak berarti lemah, kok. Percayalah, justru dengan tangis,
segala rasa yang sulit diungkapkan dengan kata akan terlihat jelas. Menangis
juga meringankan beban. Intinya, menangis bukanlah hal yang memalukan. Selama
kalian tidak melakukannya dengan berlebihan─sambil meraung-raung dan
teriak-teriak─dan pada situasi dan kondisi yang tepat.
iyap, menangis itu mungkin bisa dikatakan sebagai bahasa universal.
BalasHapuswajar kalau kakaknya nangis waktu mau pamitan, saya mungkin juga begitu kalau ada di posisi yang sama.. :")
Nah... syukurlah ada yang sependapat. Soalnya, walaupun itu menyangkut keluarga, masih ada gitu yang nyangkal kalau dia nangis. Padahal faktanya dia memang nangis.
HapusBegitulah laki-laki, hatinya kadang bisa jadi lemah :)
BalasHapusYup. Namanya juga manusia biasa, kan?
HapusYang selalu kutangisi adalah perpisahan. Dan aku tidak pernah menyembunyikannya.
BalasHapusNah.... itu. Saya benci perpisahan. Kalau kebersamaan aja indah, kenapa harus berpisah coba?
Hapusya bener lelaki itu jarang banget nangis, sekalinya nangis tepat pada waktunya, dan gue ngerasa terenyuh saat laki nangis soalnya itu saat dia meluapkan emosinya yang terdalam.
BalasHapusseumur hidup gue, gue baru 1 kali ngelihat bapak gue nangis,
Nah... Itulah kayaknya kita harus mengikuti sikap mereka yang ini.
Hapus