Di
antara kalian, ada yang pernah punya secret
admirer, nggak, sih?
Tadinya
aku pikir yang namanya secret admirer
itu hanya ada di film-film dan sinetron-sinetron. Dia yang menyukaimu tanpa
berani mengungkapkannya. Dia yang suka meletakkan coklat di bangkumu saat di
sekolah. Dia yang meletakkan surat cinta di laci mejamu tanpa mencantumkan nama.
Dia yang meletakkan bunga di lokermu. Dia yang suka meneleponmu tapi nggak
berkata apa-apa, hanya demi bisa mendengar
suaramu. Dia yang mengirimimu pesan singkat yang manis tanpa mencantumkan nama.
Dia yang suka stalking akun sosmedmu, atau parahnya mengikuti kemana
pun kamu pergi tanpa sepengetahuanmu [jatuhnya jadi ngeri, ya?] meninggalkan
komentar pujian di sosmedmu dengan
akun anonim. Seperti itulah yang disebut secret
admirer.
Kalau
menurutku, sih, secret admirer itu adalah
orang paling nggak percaya diri sedunia, orang yang paling pengecut sejagad
raya dan orang paling norak sealam semesta. Gimana enggak, coba. Dia
mengirimimu barang tanpa memberi nama. Intinya, dia menyukaimu tapi
menyembunyikan identitas dirinya darimu.
Aku
pernah mengalami ini saat baru pindah ke kosanku yang sekarang ini [2012 lalu].
Saat itu ada dua orang cowok yang juga pindah ke kosan itu bersamaan denganku.
Panggil saja dia Nico dan Adi [bukan nama asli, takutnya mereka baca dan nggak
terima aku nyebut merk], mereka bersahabat dan tinggal di satu kamar. Suatu malam
sepulang dari kerja, aku menemukan post-it
di bawah pintuku. Di sana ada tulisan ‘Hai,
namaku Adi. Penghuni kamar depan. Ini nomer HP-ku, ya…’. Saat baca itu antara ingin tertawa dan
malu. Ternyata ada juga orang norak cemen yang suka sama aku. Kalau niatnya
kirim surat kaleng, harusnya nggak usah dikasih nama, dong. Kalau nyebut nama,
mending langsung ngajak kenalan langsung saja, kali.
Aku
nggak menggubris surat itu. Kemudian beberapa bulan kemudian aku menemukan post-it lagi saat pulang kerja, isinya ‘Kamu kok cuek banget. Kamu keganggu ya,
kalau aku sama temenku berisik pas malem? Aku minta maaf, ya.’ Untuk kedua kalinya aku pengen
tertawa. Yang ada dipikiranku saat itu adalah, ini orang norak noraknya nggak
ketulugan. Berasal dari zaman batu, kali, ya?
Aku
kembali mengabaikan surat itu. Lalu beberapa waktu kemudian saat aku sakit
flu-batuk, pagi hari saat baru buka pintu aku menemukan sebungkus obat untuk
flu dan batuk. Aku tahu maksudnya dia baik mau kasih obat, cuma, kalau kalian
jadi aku pasti akan berpikiran sama. ‘Yakin ini obat baik-baik saja?’, ‘Yakin
ini obat nggak dikasih racun?’, ‘Yakin ini obat nggak dikasih jampi-jampi?’.
Oh, oke. Yang terakhir kayaknya ngaco banget.
Akhirnya
aku nggak berani minum obat itu. Yang ada malah teman kantorku yang minum
karena dia juga lagi flu-batuk. Sebenarnya hampir semua orang yang selantai denganku
di kantor lagi flu-batuk semua, sih. Tau sendirilah, ruangan ber AC. Virusnya disitu-situ
aja. Kata temenku, ‘Nanti kalau aku kenapa-napa habis minum ini obat, berarti
obatnya nggak beres’. Tapi ternyata temenku baik-baik saja sampek sekarang.
Kemudian
beberapa bulan kemudian aku sakit lagi. Ada obat lagi yang ditaruh di atas
sepatuku yang kuletakkan di depan kamar. Aku nggak minum obatnya lagi. Langsung
aku buang saat itu juga. Kemudian beberapa waktu kemudian aku menemukan sebuah
cermin mungil warna soft pink, yang berbentuk
persegi di depan pintu. Sampai sekarang itu cermin masih aku pakai [kalau
dihitung-hitung berarti usia itu cermin sudah tiga
tahun]. Lalu ada surat lagi yang mengatakan, ‘Maaf ya kalau selama ini aku ganggu kamu’. Temenku menyarankan ide
konyol. Dia bilang, tempal lagi saja itu surat di pintu kamarnya dia [iya, dia
yang kucurigai adalah si Nico dan Adi]. Dengan bodohnya aku mengikuti saran
temenku itu. Besoknya, itu anak dua seperti menganggapku
tak kasat mata. Nggak mau menatap saat berpapasan, nggak mau nyapa, parahnya
pernah dia langsung berbalik arah saat melihat aku muncul dari tangga.
Kejadian
saling nggak menyapa itu terjadi cukup lama. Berbulan-bulan. Kemudian mereka
memilih pindah kamar yang ada di lantai satu. Sedangkan aku tetap di lantai
dua. Nah, bekas kamarnya mereka yang letaknya strategis banget untuk mendapat
angin [karena Surabaya itu panasnya luar baisa membunuh], akhirnya aku pindah
ke sana. Setelah sehari pindah di kamar itu, sepulang kerja aku menemukan
patung Merlion yang terbuat dari sabun [dari baunya aku tahu itu sabun apa—info
yang agak nggak penting sebenarnya… :)) ]. Aku, sih, curiganya dari Adi atau Nico.
Karena ada yang menguatkan kecurigaanku, yaitu info yang kudapat dari seorang
teman kosku yang lain. Namanya Mas Pio. Katanya, si Adi dan Nico itu pernah
nanya-nanya ke dia soal aku dan minta nomor HP-ku ke Mas Pio. Kurang cemen apa
tuh cowok dua. Padahal, kan, bisa ajak kenalan aku langsung. Bisa tunjukin
perhatian mereka secara langsung. Payah banget jadi cowok! Eh, ini kok malah
maki mereka, sih.
Oke,
kembali ke pokok pembicaraan. Patung Merlion dari sabun itu adalah barang
terakhir yang dikirim oleh secret admirer
itu. Patung Merlion itu sampai sekarang masih ada dan aku letakkan di atas
saklar lampu tangga kosan. Tapi bau wanginya sudah hilang. Setelahnya, nggak
ada lagi kiriman barang, surat, atau pun obat saat aku sakit. Karena ternyata
si Nico dan Adi sudah punya cewek. Ceweknya Adi cantik banget. Sedangkan Nico,
yaaa lumayanlah. Yang bikin geli adalah, keduanya membawa pacar masing-masing
ke kosan. Parahnya pacar Nico malah kos disitu juga sebelum akhirnya diusir
sama Ibu kos, karena teman sekamarnya ‘melakukan sesuatu yang nggak boleh’ sama
penghuni kos lain.
Hikmahnya,
aku dan Adi sekarang berteman. Dan kami baik-baik saja. Sedangkan Nico pindah
ke Jakarta. Sampai detik terakhir dia tinggal di kosanku, sikapnya tetap saja
nggak bersahabat walau sebenarnya aku sudah berusaha mencairkan hubungan kaku
di antara kami. Bukankah berteman itu sangat menyenangkan, sebenarnya.
Nah,
itu tadi ceritaku tentang secret admirer.
Bagaimana denganmu?
Regards,
^_^
Anis
Gue udah bosen jadi secret admirer :D
BalasHapusLah... Kirain kamunya yang punya secret admirer. Kenapa nggak tunjukin identitas aja.
Hapushihihihi...aneh2 ya yg dilakuin pengagum rahasia ini :D... dipikir2, kyknya ga prnh ngalamin gini deh mba ..rata2 co yg naksir, pada berani ungkapin semua hahaha :D..
BalasHapusNggak tau deh, Mbak. Agak-agak nggak ngerti juga, sih. Padahal jalan dari kamar dia ke kamar saya cuma beberapa langkah lho. Nggak ada lima langkah deh kayaknya. Bukan laki kali... Hweheew
Hapus