image: google
Ini
bukan tentang cerita menye-menye remaja labil atau orang yang ingin dikasihani.
Hanya ingin sharing saja. Siapa tahu
diluaran sana ada orang yang melakukan hal bodoh seperti apa yang kulakuan.
Jadi, mari kita mulai ceritanya.
Kalian
pernah nggak, sih, ngerasain jatuh cinta yang sampai sebegitu dalamnya? Mungkin
bisa disebut cinta mati (agak-agak lebay, sih, istilahnya). Aku pernah
merasakannya. Merasakan sayang dan cinta sampai sebegitu dalamnya. Seperti apa
pun dia menyakitiku, aku masih mencintainya. Seperti apa pun dia nggak perduli
padaku, aku masih mencintainya. Selama apa pun kami lost contact dan nggak pernah berhubungan atau bertemu sama sekali,
aku masih tetap mencintainya dan masih tetap menginginkannya.
Dia
teman SMA-ku. Nggak perlulah aku sebut namanya. Karena aku nggak punya cukup
nyali untuk membuka rahasia sebesar ini. Iya. Menurut orang yang gengsinya
terlalu tinggi sepertiku, hal ini merupakan rahasia besar. Aku, kan, perempuan.
Masa menyatakan perasaan terlebih dulu? Oh, sebenarnya di zaman sekarang ini
sudah bukan hal tabu lagi, sih. Wajar malah. Tapi, ya itu tadi. Gengsiku yang
kelewat tinggi ditambah nyali yang cuma sebesar biji kedelai. Padahal aku ini
tipe orang yang berani menghadapi apa pun. Menghadapi tantangan apa pun. Tapi
siapa sangka kalau menyatakan perasaan itu ternyata lebih sulit dari sekedar
menghadapi interview kerja pertama
kali. Lebih menakutkan daripada amukan bos dan customer yang rewel.
Oh,
astaga. Andaikan nyaliku segede mereka para ABG-ABG zaman sekarang. Mungkin aku
nggak akan berharap selama delapan tahun ini. Iya, delapan tahun. Lama, kan?
Terserah mau mengataiku bodoh, bego, nggak pinter atau apa pun. Aku akan menerimanya
karena kenyataannya memang begitu. Ada sih, keinginan untuk mengungkapkannya.
Setelah melalui pemikiran panjang serta semedi bertahun-tahun akhirnya aku bisa
mikir, nahwa sudah seharusnya aku mengungkapkan perasaanku padanya. Oke, nanti
pada saatnya aku akan mengungkapkan [pada saat bertemu dengannya maksudku, itu
pun kalau Tuhan masih menginginkan kami bertemu].
Karena
menurutku, kalau aku tidak mengatakan apa yang kurasakan padanya dari delapan
tahun lalu sampai sekarang, maka selamnya aku nggak akan bisa membuka hati
untuk laki-laki lain. Dan selamanya juga aku akan hidup dalam penantian yang
nggak kunjung berakhir.
Kenapa
aku bisa jatuh cinta padanya dengan sebegitu dalam?
Entahlah.
Aku rasa jatuh cinta itu nggak membutuhkan alasan. Dia itu (cowok yang ketiban
apes menjadi objek cintaku) adalah cowok super duper sempurna. Ganteng, populer
di sekolah, tajir. Tipenya para manusia yang bergender perempuanlah pokoknya. Awalnya aku nggak pernah tertarik
padanya. Bahkan membayangkan jatuh cinta padanya pun nggak pernah terlintas
dipikiranku. Hanya saja, nggak tahu kenapa, saat suatu hari aku melihatnya
berjalan dari arah berlawanan denganku, aku merasa ada yang lain. Dia tersenyum,
ke arahku. Saat itu juga aku merasa seperti ada sinar di antara tubuhnya dan
gerakannya menjadi slow motion kayak
adegan-adegan di film itu. Kemudian yang kusadari selanjutnya
adalah dadaku jumpalitan nggak jelas, dan dada serasa sesak. Lalu mataku,
terkunci padanya. Saat itu aku sadar, bahwa aku jatuh cinta
padanya.
Dia
membawa banyak cerita dalam dunia remajaku. Tawa, canda, jokes-jokes konyol yang dia lontarkan walaupun seringnya garing
tapi selalu bisa membuatku tertawa. Kemudian tatapan lembutnya, senyum
hangatnya, genggamannya yang erat dan kuat, sentuhan sekilas tangannya di
kepalaku. Hal-hal kecil seperti itulah yang akhirnya membuatku jatuh cinta
sebegitu dalam padanya.
Yahh,
walaupun dulu seringnya bikin sakit hati karena mencintai dia, tapi dia membawa
banyak kebahagiaan dalam masa remajaku. Sekarang ini jadi sering mikir, ‘Kok
bisa, sih, aku jatuh cinta sebegitu dalamnya dalam waktu delapan tahun cuma pada
satu laki-laki?’, ‘Kok bisa sih, sebegitu banyaknya laki-laki yang mendekatiku
nggak ada yang bisa menarik hatiku?’, ‘Kok bisa, sih, aku masih mengharapkannya
walaupun kami sudah nggak berhubungan lagi selama enam tahun?’.
Sekarang
lebih bisa nerima, sih, dengan perasaan tak terbalasku ini. Walaupun belum
sepenuhnya menerima. Toh aku menderita juga karena kebodohanku yang nggak pernah
mengungkapkan perasaan kepadanya. Padahal dunia ini indah banget. Indah banget
dan penuh cinta. Penuh orang yang mencintaiku. Jadi, kenapa nggak aku lupakan
saja tentang kisah masa lalu itu dan mulai menerima yang baru.
Jadi,
buat kalian yang bernasib sama sepertiku, mari sama-sama kita melangkah maju.
Kita tinggalkan dia di tempatnya─yaitu masa lalu. Boleh dikenang, boleh
diceritakan, tapi nggak perlu diulang. Hidup adalah untuk bergerak maju, bukan
jalan mundur. So, let’s end and move on.
Regards,
^_^
Anis
Mantan emang selayaknya dilupain sebagai layaknya sebuah layangan yang putus :)
BalasHapusIyap. Tapi ini aku nggak lagi bahas mantan, lho.
HapusSenasib, Mbak. Hehehe
BalasHapusSusah euy!
Waduh...
HapusSeringnya yang mengalami hal ini memang cewek, sik.
Waduh...
HapusSeringnya yang mengalami hal ini memang cewek, sik.