Bila ada award untuk kategori orang terbodoh
didunia, mungkin gelar itu tepat untukku. Aku, rela menghabiskan masa remajaku
hanya untuk menunggu cinta seseorang yang tidak pernah
mengharapkanku. Dia adalah teman SMA ku dulu.
Awal pertemuanku dengannya. Saat itu kami duduk di kelas X di
sebuah SMANegeri di kota kecil Ponorogo. Sekitar Enam tahun lalu. Hampir
setiap sore aku melihat dia bersama dua temannya membelokkan stir sepeda motor
ke sebuah clubbing dekat toko buku milik keluargaku. Setiap
kali bertemu, dia hanya menatapku. Antara khawatir kalau aku menyebarkan
hal ini pada teman-teman satu sekolahku dan heran karena setiap sore
melihatku di toko buku tersebut. Mungkin dia tidak tahu kalau toko itu milik
keluargaku. Dan mulai saat itu, aku jadi lebih sering memperhatikan dia di
Sekolah. Memperhatikan setiap gerak-geriknya, memperhatikan setiap kali dia
selalu membonceng kekasihnya saat pulang sekolah.
Sampai pada saat kenaikan ke kelas XI. Aku heran, kenapa dari
sekian banyak kelas aku harus berada dikelas yang sama dengannya. Dan dari
situlah aku tahu bahwa namanya, Arya. Seiring berjalannya waktu, aku mulai
merasakan getaran itu. Saat itu sekolah kami mengadakan peringatan Isra’ Mi’raj
yang mewajibkan setiap siswa untuk memakai pakaian Muslim. Aku ingat, saat
itu dia mengenakan baju koko berwarna putih dengan garis hitam dan celana kain
berwarna hitam. Dia tersenyum padaku. Aku terpaku menatapnya. Ya, aku akui, aku
terpesona.
Hari berganti dengan hari. Aku semakin dekat dengannya. Semakin
mengenal siapa dia. Dia memperlakukanku lebih. Selalu tersenyum padaku, sering
menggangguku, memanggil namaku dengan lantang, memberiku perhatian lebih hingga
membuat semua orang salah paham dengan perlakuannya itu. Untuk beberapa saat
aku terpesona dan menikmati semua itu.
Sampai akhirnya aku sadar. Dia melakukan itu semua, hanya
menjadikanku sebagai alat untuk memutuskan hubungan dengan kekasih-kekasihnya.
Aku kecewa, aku terluka. Dan disaat dia mendapatkan kekasih lagi, dia melupakan
aku. Bahkan menyapaku saat kebetulan kami berpapasan pun tidak. Jangankan
menyapa, menatapku pun tidak. Disitulah aku baru sadar bahwa perasaanku ini
sudah berubah menjadi cinta. Saat itu yang bisa kulakukan hanyalah pasrah.
Terus menyukainya, menerima setiap perlakuan manisnya yang tiba-tiba menghilang
saat dia ada kekasih, dan kembali lagi saat dia putus hubungan dengan
kekasihnya. Begitulah seterusnya.
Entah takdir atau apa namanya. Saat kelas XII, aku kembali satu
kelas dengannya. Kembali harus melihat wajahnya setiap hari. Padahal
mati-matian aku mencoba menghapus perasaanku padanya. Namun sia-sia. Setiap
kali ingat saat dia mengusap kepalaku, menggenggam erat tanganku, bagaimana
caranya memanggilku, saat dia tertawa, saat dia tersenyum manis padaku.
Sungguh, aku menyukai semua itu.
Pada saat akhir semester Dua mendekati ujian. Dewi, kekasih
Arya selingkuh dengan sahabat Arya sendiri hingga hamil. Setahuku dari sekian
banyak wanita yang pernah singgah dihidupnya, Dewi lah orang yang dicintainya
dengan tulus. Dan Dewi juga lah yang menyakitinya. Mungkin inilah karma dari
perbuatannya yang suka mempermainkan perasaan wanita. Aku senang sekaligus
kasihan pada Arya. Senang karena akhirnya dia berpisah dengan Dewi, sedih
karena melihat luka dimatanya. Senyum seperti hilang begitu saja dari wajah
Arya. Bahkan kebiasaan buruknya kambuh lagi sejak kejadian itu. Arya mengencani
tiga orang sekaligus. Namun tetap memperlakukanku dengan manis. Aku semakin
bingung dengan sikapnya. Dan karena sikapnya itu, aku sering menerima sindiran
atau perlakuan tidak menyenangkan dari wanita-wanita yang cemburu padaku. Yang
kebetulan mereka adalah salah satu korban Arya.
Setelah kelulusan, aku hilang kontak dengannya. Sama sekali
tidak pernah berhubungan lagi. Aku tidak melanjutkan sekolah dan memilih
bekerja di Surabaya. Dan ternyata Arya melanjutkan sekolah di sana juga. Aku
selalu berharap tanpa sengaja bertemu dengannya. Namun, sampai Tiga tahun aku
tidak juga bertemu dengannya. Ya, mungkin dia memang bukan jodohku.
Yang aku ingin tahu hanya satu, seperti apa perasaannya dulu
padaku. Kenapa dia memberiku perhatian? Hampir Lima tahun aku mencintainya. Aku
sadar perasaan ini hanya milikku. Cintaku takkan pernah terbalas. Yang bisa
kulakukan sekarang hanya melihat senyumnya yang telah kuabadikan dalam
sketsaku.
Terima kasih Arya, untuk semua masa indah yang pernah kamu
berikan dulu. Juga rasa sakit yang kamu ajarkan padaku. Terima kasih telah
mengajarkan aku tentang apa itu ketulusan. Tentang apa itu menunggu. Kini,
kulepas semua anganku tentangmu. Semoga kamu bahagia. Selamat tinggal, Arya.
bagus mbak :)
BalasHapusTengkyuuu Gery...
Hapusterharu gue bacanya *)tissue mana
BalasHapuspedih,,, dalam amat ceritanya mbak...
Aaakk... tengkyuu... Based on true story, tuh. Nulisnya aja juga berderai air mata... hiks..hiks...
HapusAduuuhhhh ceritanya bagus bgt :')
BalasHapusTerima kasih, Fandhy. Mohon kritik dan sarannya.
Hapusitu si kumbang dan kupu-kupu kan?
BalasHapusIyaap. Bener banget. Pinjem gambarnya si Kumbang.
Hapushmm, menunggu memang selalu memberi kesan tersendiri. entah itu kesan yang menimbulkan tawa ataupun tangis..
BalasHapusBanyakan tangisnya, sik... hhhh
HapusLumayan bagus
BalasHapusBlogwalking : http://firstanrude.com
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusThanks. Semoga suatu saat akan jadi bagus. Oke, nanti blogwalking ke blog kamu.
HapusBaru mampir udah suka sama tulisannya :)
BalasHapusWahhh... thanks. Semoga ini bisa saya jadikan semangat untuk terus menulis.
Hapus