Kata banyak orang mencintai itu nggak
harus memiliki. Awalnya aku percaya-percaya saja dengan statement itu. Mungkin dulu aku masih terlalu muda untuk mengerti
makna cinta itu apa. Masih munafik dengan menyatakan cinta tidak harus
memiliki.
Ada yang berperan dalam berubahnya statementku itu. Pertama motivator Mario
Teguh. Aku suka dengan kata-katanya. Kurang lebih seperti ini. “Cinta itu bukan
a waiting game, tapi a fighting game. Cinta bukan permainan
menunggu, karena cinta itu tak sabaran. Cinta itu untuk diperjuangkan. Cinta
itu harus memiliki. Siapa cepat, dia dapat. Siapa berani, dia menang.”
Yang kedua, Esti Kinasih pernah menulis
dalam sebuah novelnya. Kurang lebih seperti ini. “Cinta itu bahagia melihat
orang yang dicintai bahagia walau bukan dengan kita. Bullshit! Omong kosong! Siapa sih yang ngomong kayak gitu? Sok
dewasa banget! Jangan-jangan habis ngomong gitu besoknya itu orang bunuh diri lagi.”
Aku bukan remaja lagi. Dari kedua statement itu aku jadi berpikir. Ya,
cinta itu memang harus memiliki. Agar terjadi keseimbangan dalam hati kita.
Agar kita tidak hanya berharap. Tapi juga memperjuangkan dan kalau beruntung memiliki.
Kalau memang cinta, ya nyatakan.
Perjuangkan. Masalah akhir, diterima ya syukur. Tidak terima ya sudah. Cari yang
lain. Berarti dia bukan jodoh kita. Jangan terlalu berlarut pada cinta sepihak
kita.
Buatku sekarang, cinta itu harus dinyatakan. Nggak
peduli cewek yang menyatakan dulu atau cowok yang menyatakan dulu. Nggak ada
yang memalukan dari cewek yang menyatakan lebih dulu. Nyatakan saja. Tanpa meminta
jawaban. Itu yang terpenting. Dengan begitu beban di hati kita jadi lebih
ringan
Entah harus setuju atau tidak bahwa cinta memang harus memiliki. Kadang aku juga naif, bahwa cinta nggak selamanya harus memiliki, ada cinta-cinta tertentu yang memang nggak bisa dimiliki selamanya, tapi entahlah...
BalasHapus@asysyifaahs