Judul |
: Pre
Wedding Rush |
Genre |
: Fiksi Romance |
Penulis |
: Oke Sepatumerah |
Penyunting |
: Herlina P. Dewi |
Desain Cover |
: Felix Rubenta |
Layout Isi |
: DeeJe |
Proofreader |
: Tikah Kumala |
Penerbit |
: Siletto Book |
Terbit |
: 2013 |
Tebal |
: 204 halaman |
ISBN |
: 978-602-7572-21-8 |
Life goes on. Tapi terkadang ada kenangan-kenangan indah yang membuat seseorang
enggan melangkah menuju masa depan. Itulah yang terjadi dengan Menina.
Hubungannya dengan Lanang, sang mantan pacar, begitu membekas dihatinya, bahkan
sampai ia dilamar oleh pria lain yang lebih mencintainya.
Ketidakmampuan melupakan masa lalu
membaut Menina secara impulsif memutuskan melakukan perjalanan terakhir bersama
Lanang ke Yogyakarta. Siapa yang bisa meramalkan apa yang akan terjadi? Saat
Menina dan Lanang berada di Yogyakarta, terjadilah gempa bumi 5.9 SR yang
memakan banyak korban.
Menina menyaksikan begitu banyak hal
yang membuatnya kembali berpikir tentang hubungannnya bersama Lanang dan juga
calon suaminya. Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua?
Menina, memiliki pacar yang nyaris
sempurna. Dewo. Ganteng, mapan, baik, mencintai dia. Tidak ada yang kurang
sedikitpun. Tapi, kenapa Menina harus ragu saat Dewo melamarnya? Dan dengan
gampangnya malah menerima ajakan Lanang, mantannya untuk melakukan perjalanan
bersama.
Rencana awalnya, Lanang akan turun
di Jogja dan Menina akan melanjutkan perjalanan ke Surabaya untuk melaksanakan
lamarannya dengan Dewo. Tadinya Menina sudah sangat yakin menolak tawaran
Lanang untuk mampir ke Jogja. Tapi toh akhirnya Menina mau juga. Dan membiarkan dirinya semakin dekat
dengan mantannya itu. Semakin menginginkan mantannya itu untuk kembali. Dan
membuatnya hampir meninggalkan Dewo.
“Keberadaan Lanang membuat
perjalanan panjang tidak terasa menyebalkan. Memang benar, jika melakukan
perjalanan, tidak terlalu penting tujuannya, tidak pula terlalu penting
menggunakan apa dan tinggal dimana, selama kita bersama rekan perjalanan yang
menyenangkan, semuanya akan sempurna.” (halaman: 60)
Banyak hal yang Menina lakukan saat
di berada di Jogja bersama Lanang. Mengunjungi dua sahabat lanang, Sigit dan
Ayako, sepasang suami-istri yang memiliki Mitra Muda. Yaitu sebuah rumah
aktifitas remaja dan pemuda dukuh setempat.
Hari kedua mereka di Jogja, tanpa
terduga terjadilah gempa dahsyat yang meluluh lantakkan kota Jogja. Melihat
banyak korban yang terluka dan kurangnya tenaga medis, Menina tidak tega untuk
meninggalkan mereka.
Akhirnya Menina memutuskan untuk
tetap tinggal di Jogja demi menolong korban gempa. Dan mempertaruhkan
lamarannya. Dewo marah, tapi keputusan Menina untuk tetap tinggal sudah bulat.
Sebenarnya kejadian gempa itu bukan sepenuhnya alasan Menina untuk tetap
tinggal. Terlebih karena disana ada Lanang. Mantan yang sebenarnya masih dia
cinta.
Dan, disanalah terkuak rahasia
terbesar Lanang. Saat itu tengah malam, Menina terbangun dari tidurnya. Melihat
sekelebat bayangan manusia yang masuk ke rumah Mitra Muda, dia jadi penasaran
dan mengikutinya. Ternyata disana ada Lanang dan Ayako.
Menina menguping pembicaraan mereka.
Ternyata sikap nggak ramah Ayako terhadap Menina sejak pertemuan pertama mereka
adalah karena Ayako cemburu. Sebenarnya dari awal kemunculan Ayako dan sifat
nggak ramahnya itu aku udah nebak, sih. Kalau ada affair antara
Lanang dan Ayako.
Disitu juga terbongkar rahasia yang
lebih membuat Menina terpukul dan marah. Yaitu kehamilan Ayako yang ternyata
adalah anak Lanang. Padahal malam sebelumnya Lanang mengakui tentang
perasaannya pada Menina, bahwa dia masih menginginkan dan mencintai Menina.
Keesokan harinya, Menina memutuskan
untuk kembali ke Surabaya untuk meneruskan acara lamarannya dengan Dewo yang
sempat tertunda. Kejadian antara Lanang dan Ayako membuatnya semakin yakin
untuk memilih Dewo.
Tujuh tahun kemudian Menina kembali
bertemu dengan Lanang. Keadaan sudah sangat berbeda dari tujuh tahun lalu.
Menina sudah menikah dengan Dewo dan memiliki seorang putri. Sedangkan Lanang
sendiri, dia menikahi Ayako sejak mengetahui berita kehamilannya tujuh tahun
silam itu.
“Masa lalu adalah masa lalu,
sesekali melihat mungkin perlu, tapi tidak perlu mencoba untuk mengulang lagi apa
yang pernah terjadi.” (halaman: 188)
“Karena waktu terus berjalan,
membangun banyak cerita, mengubah seseorang, mengubah keadaan. Tidak akan
mungkin ketika kita mencoba untuk mengulang semuanya akan menjadi sama seperti
dulu.” (halaman: 189)
Dari yang aku baca, aku
menyimpulkan, Menina hanya ingin memastikan perasaannya terhadap Lanang. Dan
ternyata, Menina sudah sangat yakin bahwa jodohnya memanglah bukan Lanang.
Melainkan Dewo yang sekarang menjadi suaminya.
Walau agak deg-degan juga saat
Menina hampir tergoda lagi oleh Lanang yang memintanya untuk tinggal. Kan nggak
lucu saja kalau sampai tragedi Jogja tujuh tahun lalu itu terjadi kembali.
Ada dua dialog lucu yang bikin
aku senyam-senyum nggak jelas. Yang pertama dialog antara Menina
dan Agnes yang membahas soal pernikahan.
“Please, tolong beri definisi gue
tentang kawin,” kataku.
“Kawin apa menikah?” Agnes bertanya
dengan tatapan menggoda.
“Kawin, nikah, atau apalah itu, sama
ja. Lo doyan banget sih mempermasalahkan perbedaan ‘kawin’ dan ‘nikah’?” Aku
mengibaskan tangan.
“Beda tahuuu! Kawin itu urusan
pemenuhan syahwat, kalau nikah…” Agnes terdiam.
“Apa?”
“Pemenuhan syahwat yang legal.”
Agnes terbahak.
Yang kedua, dialog antara Menina dan Lanang.
“Kemarin gue buka-buka inbox email
lama gue yang udah nggak gue pakai lagi. Dan gue menemukan email lo di tahun
2006 itu. Lo menuduh gue hamil dan meledek gue. Lo tulis: ’Nggak tahu ada
penemuan yang namanya kondom ya?’” Kataku sambil menahan tawa.
“Ya, terus?”
“Ya kenapa Ayako bisa hamil? Nggak
tahu ada penemuan yang namanya kondom ya?” ledekku.
“Sialan lo.” Ia tertawa. Wajahnya
semakin memerah.
Banyak banget pesan yang aku dapat
dari membaca Pre Wedding Rush ini. Terutama tentang pernikahan. Tentang
banyaknya dan beratnya cobaan pra pernikahan. Ya salah satunya munculnya mantan
itu. Apalagi kalau mantan yang masih ada di hati. Beraaat banget kayaknya.
- “Iya. Pada akhirnya, setelah sekian
lama menikah, gue ngerasa bahwa pernikahan itu cuma another stage of life. Ada
kesulitan sendiri di setiap stage of life, kalau di tahap-tahap hidup
sebelumnya kita survived, kenapa yang ini enggak?” (halaman: 201)
- “Iya. Nggak luar biasa
membahagiakan, bukan surga dunia seperti yang dijanjikan oleh dongeng Walt
Disney’s, tapi ya nggak jelek-jelek amat juga, sih. Biasa aja. Lalu pernikahan
itu nggak ada hubungannya sama jodoh nggak jodoh. It’s just another stage of
life. Sama seperti stage kehidupan yang lain, untuk bertahan kita harus
berusaha dan berjuang. Kalau dari yang gue rasa, jodoh itu juga harus
diusahakan dan diperjuangkan. (halaman: 201)
- “Karena menikah berarti lo harus
berhenti untuk hidup seenaknya, soalnya lo sudah membawa orang masuk dalam
kehidupan lo.” (halaman: 196)
- “Semua orang kebanyakan menikah.
Kalau ada yang tidak menikah akan dipertanyakan dan dibombardir oleh pertanyaan
kapan menikah.” (hal: 49)
Yeah, dan aku sudah mengalaminya.
Heran ya sama orang Indonesia itu, kenapa hobi banget mengurusi urusan orang
lain. Padahal mereka sendiri aja hidupnya juga belum bener. Danstatement mereka
yang seakan-akan mengharuskan cewek untuk segera menikah itu lho, yang aku
nggak suka.
Halooo? Ini tuh 2015, Tante.
Masa iya sih, masih umur dua puluh tahun lebih sedikit saja setiap kali ketemu
yang ditanyakan hanya soal, “Kapan menikah?”. Nggak ada pertanyaan yang lebih
kreatif apa? Tanya kabar kek, karir kek, atau apalah. (eh.. kok jadi curcol
ya.. hwehee)
Dan ini pesan yang lainnya:
- Bahwa memang seharusnya masa lalu
itu tempatnya di belakang. Bukan untuk selalu diungkit-ungkit di masa sekarang.
- Bahwa masa lalu itu harus
benar-benar dilepas kalau ingin bahagia.
- Ternyata, dalam pernikahan, takdir
itu lebih memegang peran penting ketimbang jodoh. Buktinya, dan sudah sering
kulihat dikehidupan nyata, dua orang yang saling mencintai pun nggak bisa
bersatu dalam pernikahan karena berbagai alasan.
- Setiap kesalahan yang kita perbuat,
besar-kecil, sengaja tidak disengaja, kita pasti akan mendapat karmanya. Dan
saat itu terjadi, yang bisa kita lakukan hanya pasrah, menerima dan menjalaninya.
Asal tahu saja, Mbak Okke adalah
orang kedua setelah Nina Ardianti yang bikin aku galau sehabis baca bukunya.
Hwaaa… belum bisa move on juga sampai sekarang. Padahal udah
beberapa hari lalu lho, aku selesai baca ini novel.
Tapi, aku ingin mengucapkan terima
kasih buat Mbak Okke ‘Sepatumerah’ yang bisa membuatku nangis saat membaca
kalimat demi kalimat yang membahas tentang masa lalu. Membuatku banyak merenung
tentang apa yang harus aku lakukan tentang masa lalu itu. Karena kenyataannya
aku masih belum bisa juga untuk keluar darinya.
Dan
aku telah memutuskan untuk mengikuti jejak Menina. Melepaskan, melupakan dan
meninggalkan masa lalu untuk bahagia